Kamis 26 Mar 2015 17:13 WIB

Menhan: Radikalisme dan Terorisme Jadi Musuh Kita

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Bayu Hermawan
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan, terorisme dan radikalisme masih menjadi ancaman nyata buat Indonesia. Untuk itu, mantan Kepala Staff Angkatan Darat (KSAD) itu meminta semua komponen bangsa untuk bisa bersatu dalam memerangi ancaman terorisme dan radikalisme tersebut.

Selain bahaya Narkoba, Cyber, penyakit berbahaya seperti SARS dan Ebola, serta adanya bencana alam, Ryamizard secara khusus menyebutkan, terorisme dan radikalisme masih menjadi ancaman nyata bagi Indonesia.

Mantan Pangkostrad itu pun menyebut, musuh utama bangsa saat ini bukan datang dari antar negara atau negara lain.  Tapi justru datang dari gerakan yang menganut paham-paham radikal dan menebarkan teror kepada masyarakat.

''Musuh kita bukan antar bangsa, musuh kita adalah yang radikal dan yang teroris. Itu musuh bersama,'' kata Ryamizard kepada wartawan usai melakukan kunjungan ke Kedubes Singapura untuk mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya Mantan Perdana Menteri Singapura, Lee Kuan Yew, Kamis (26/3).

Ryamizard menyebut, kondisi perang di negara-negara Arab dan Timur Tengah hanya akan merugikan rakyat dari negara-negara tersebut. Terlebih, korban jiwa dari peperangan itu rata-rata justru datang dari masyarakat sipil.

Untuk itu, Ryamizard pun berharap, kondisi itu tidak terjadi di Indonesia dengan terus menjaga kedamaian dan keamanan.

''Coba lihat kondisi rakyat di negara-negara Arab san. Bagaimana sulitnya, bapaknya meninggal, anaknya meninggal akibat perang,'' lanjut Ryamizard.

Ryamizard menambahkan, untuk bisa menghadapi bahaya radikalisme dan terorisme itu, seluruh komponen bangsa harus bisa bersatu, baik yang langsung berkaitan seperti BNPT dan Kepolisian, ataupun seluruh pemegang kebijakan.

Terkait adanya wacana penerbitan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang (Perppu) yang baru untuk bisa menangani terorisme dan masuknya bahaya Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), Ryamizard memandang masih belum perlu adanya hal tersebut.

''Tidak usah begitu-begitulah, yang penting bagaimana negara bersatu untuk menghadapi itu. Jangan tidak bersatu,'' katanya.

Persatuan ini termasuk untuk tidak berlarut-larut dalam hal gonjang-ganjing politik, yang selama ini kerap mewarnai peta politik nasional.

''Politik-politik praktis dibuang dululah. Kondisi politik negara secara keseluruhan dulu yang lebih penting,'' ujar Ryamizard.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement