REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum dan tata negara Asep Warlan Yusuf mengatakan, secara hukum Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang memiliki hak untuk tidak melantik Komjen Budi Gunawan (BG) dan menggantinya dengan Komjen Badrodin Haiti. Namun secara politis, Jokowi tetap harus menjelaskan alasan pembatalan BG pada DPR.
"Bisa jadi Presiden Jokowi mengambil sikap seperti itu untuk meredam gejolak masyarakat terkait BG, yang diduga terlibat dalam kasus korupsi, dan mempertimbangkan status hukum BG," kata pengamat dari Universitas Parahyangan itu, kepada Republika, Kamis (26/3).
Ia melanjutkan, jadi sangat wajar jika DPR mendesak Presiden Jokowi, untuk memberikan alasan pembatalan BG secara jelas dan logis. Asep menjelaskan jika penjelasan dan alasan Jokowi tidak tepat dan logis kenapa tidak melantik BG, DPR bisa langsung mengeluarkan akta keberatan.
"Kalau alasannya (Jokowi) logis, DPR harus terima," ucapnya.
Asep menambahkan pemilihan dan pelantikan Kapolri memang menjadi hak istimewa Presiden, walaupun melibatkan DPR dalam prosesnya.
Sebelumnya, Komisi III berbeda pendapat terkait upaya pencalonan Badrodin menjadi Kapolri seperti yang diajukan Presiden Jokowi pekan lalu. Pendapat pertama, sejumlah anggota Komisi III menginginkan penjelasan Presiden terkait pembatalan pencalonan Komjen Budi Gunawan sebelum melanjutkan proses uji kelayakan Badrodin.
Pendapat kedua, uji kepatutan dan kelayakan Komjen Badrodin Haiti harus segera dilakukan tanpa menunggu penjelasan Presiden terkait pembatalan pencalonan Budi Gunawan.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan menilai Presiden tidak bisa melakukan pembatalan pencalonan Kapolri secara sepihak, karena dalam paripurna sudah disetujui Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri.