REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan ketua umum PPP, Suryadharma Ali (SDA) mengaku merasa dijegal pada deklarasi calon presiden (capres) pada 9 Februari 2013 lalu. Deklarasi capres dilakukan satu hari setelah Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) II PPP, yang diselenggarakan pada 6 sampai 8 Februari 2013 di Bandung.
“Deklarasi capres pada 9 Februari itu saya mau maju, dengan misi cuma ingin meningkatkan perolehan suara PPP di pileg, bukan pilpres,” ujar SDA, kepada ROL, Rabu (18/3).
Saat itu SDA mengaku merasa tidak memiliki target untuk mengikuti pilpres, karena tidak memiliki cukup uang untuk mencalonkan diri sebagai capres. Namun, tambah SDA, sebagai menteri agama, ia memiliki potensi yang besar untuk bisa melaju menjadi capres.
“Jaringan saya luar biasa. Jaringan itu sudah digalang antara lain lewat pertemuan antartokoh agama,” kata dia.
Keputusan untuk tetap melaju dalam bursa pilpres membuat SDA akhirnya dijegal saat Mukernas II dan deklarasi capres PPP di Bandung. Penjegalan dimulai dengan banyak dilakukannya rapat-rapat gelap untuk menggulingkannya di berbagai tempat.
“Rapat gelap di penghujung 2013, pada 30 Januari dan 6 Februari. Orangnya Suharso Monoarfa, Rahmat Yasin, dan Aksa Mahmud,” jelas SDA.
Menurutnya, dalam upaya penjegalan, deklarasi capres PPP saat itu memutuskan capres yang akan diusung PPP baru akan dipilih setelah pileg. Deklarasi kemudian hanya mengumumkan calon-calon yang mungkin diusung PPP, di antaranya SDA, Joko Widodo, Jusuf Kalla, Din Syamsuddin, Jimly Asshiddiqie, dan Isran Noor.