REPUBLIKA.CO.ID, SALATIGA—Perbankan diimbau tidak memberi kelonggaran kredit kepada setiap pemegang hak guna usaha (HGU) perkebunan maupun pertambangan.
Dalam memberikan kredit kepada para pemegang HGU, perbankan sudah seharusnya mempertimbangkan kejelasan kegiatan bisnisnya. “Dilihat dulu, selama satu hingga tiga tahun ada kegiatannya atau tidak,” tegas Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Ferry Mursyidan Baldan, di Salatiga, Kamis (26/3).
Ia mengatakan, pengetatan persyaratan kredit perbankan ini menjadi bagian dari upaya untuk menekan potensi konflik pertanahan. Menurutnya, ada beberapa problem pertanahan yang berbasis HGU ini. Ada yang perusahaan yang memegang HGU tapi tidak dikerjakan.
Ada pula yang dikerjakan, tetapi hanya sebagian saja. Namun ada pula yang dikerjakan sepenuhnya tapi dipihakketigakan oleh pemegang HGU.
Bakan ada HGU yang digunakan sebagai agunan di bank. “Ini yang tidak boleh, karena menjadi potensi problem --baik BPN dengan perbankan maupun petani,” lanjut Ferry.
Demikian pula, jika selama itu tidak ada kegiatan, maka HGU yang diberikan bisa dicabut kembali. “Karena dianggap tidak digunakan sebagaimana mestinya,” katanya.