REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi UGM, Ichsanuddin Noorsy menilai harusnya pemerintah tidak menaikkan harga BBM. Sebab, menurut perhitungan menggunakan asumsi APBN-P 2015, harga minyak mentah yang ditetapkan 60 dolar per barel tidak mungkin menimbulkan kenaikan harga eceran.
"Indonesia kan mengikuti harga WTI, maka mestinya pemerintah tidak menaikan harga BBM di eceran dong, pemerintah juga tidak pernah terbuka tentang mekanisme perhitungannya," ujar Ichsanuddin saat dihubungi Republika, Sabtu (28/3).
Ichsanuddin menjelaskan, jika asumsi APBN-P mematok 60 dolar per barell dengan nilai tukar rupiah Rp 12.900 maka mestinya angka BBM eceran bekisar antara Rp 4.750 hingga Rp 5.750. Apalagi, menurut Ichsanuddin harga minyak mentah di pasaran sesuai dengan WTI masih dibawah 55 dollar per barel.
Kedua, dalam menenetapkan harga, Indonesia kan bukan memakai single price. Sebab, olahan minyak mentah terdiri dari dua jalur.
Pertama, jalur kilang sendiri, kedua melalui minyak import. Tentunya, menurut Ichsan ketika Indonesia masih memiliki subsidi dari kilang sendiri, harga pasti jauh dibawah angka hitungan awal.
Ichsan mengatakan, mestinya pemerintah selama ini membuka ke publik terkait penentuan harga minyak. Karena, minyak ini merupakan poros utama produksi dalam negeri. Ketidakstabilan harga minyak akan berdampak pada stabilitas harga barang di Indonesia, terutama barang komoditas. Hal tersebut juga akan berdampak pada roda produksi di Indonesia.