REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Indonesia Resources Studies (IRESS) menyatakan rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya harusnya tak terlalu banyak melibatkan pihak asing. Ini menyikapi lembaga Japan International Cooperation Agency (JAICA) yang menjadi perumus kajian pembangunan proyek tersebut.
Direktur Eksekutif Indonesian Resource Studies Marwan Batubara menyatakan dengan proses kajian yang dilakukan oleh JAICA, kajian yang dihasilkan lebih mengutamakan kepentingan Jepang. Ini terkait dengan pemilihan lokasi di Cilamaya yang dekat dengan daerah industri otomotif perusahaan Jepang di Karawang.
“Jadi JAICA ini pasti membawa kepentingan pelaku usaha dari Jepang juga,” kata Marwan dalam diskusi di Warung Daun Cikini, Sabtu (28/3).
Dia menyatakan ada hal lain yang mesti diwaspadai terkait pembangunan dalam proyek tersebut. Nanti, kata dia, bisa bisa kontraktornya juga dari negara Jepang juga. “Semuanya serba Jepang dan kita tak mendapat apa apa dari pembangunan tersebut,” ujarnya.
Apalagi, kata dia, saat lalu sempat ada kajian dari JAICA dan hasilnya tidak layak untuk membangun pelabuhan di sana. Lalu ada kajian terbaru dari pihak ketiga namun hasilnya cuma menyuruh agar pembangunan pelabuhan digeser sepanjang 3 Kilometer dari tempat awal. “ Padahal kajian dari pihak ketiga itu dibiayai juga oleh JAICA. Ya hasil kajiannya tidak kredibel,” kata dia.
Dia menyatakan andai tetap ingin membangun pelabuhan baru hal itu tidak masalah. Asal tempatnya jangan di Cilamaya. “Soalnya ini akan mengganggu produksi minyak kita,” kata dia.
Di sisi lain pelibatan pihak pemerintah harus lebih dominan. Dirinya menyebutkan hal ini terkait pengoptimalan fungsi Bappenas. “ Jadi kajian utamanya mesti mengacu pada Bappenas. Bukan JAICA,” kata dia.