Ahad 29 Mar 2015 19:15 WIB

DPR: Pemerintah tak Transparan Tetapkan Harga BBM

Seorang petugas melayani penjualan bahan bakan minyak (BBM) di salah satu SPBU Kawasan Tanah Abang, Jakarta, Rabu (18/3).  (Republika/Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Seorang petugas melayani penjualan bahan bakan minyak (BBM) di salah satu SPBU Kawasan Tanah Abang, Jakarta, Rabu (18/3). (Republika/Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah kembali menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium sebesar Rp500 per liter, mulai Sabtu (28/3) kemarin. Menanggapi hal itu, Ketua Komisi VII DPR, Kardaya Warnika menilai kebijak pemerintah dalam menetapkan harga bahan bakar minyak tidak transparan.

"Sebelum reses (Februari) kemarin kami rapat dengan Kementerian ESDM mengenai mekanisme penetapan harga, dalam kesimpulan rapat tersebut Pemerintah memutuskan akan menurunkan harga solar menjadi Rp6.400 (per liter). Kenapa sekarang malah dinaikkan?," ujarnya di Jakarta, Ahad (29/3).

Menurutnya hasil putusan rapat kerja yang ditandatangani oleh Menteri ESDM dan pihak Komisi VII DPR bersifat mengikat dan harus dipatuhi. "Tapi janji hanya sekedar janji, sampai saat ini buktinya tidak pernah ditinjau atau diturunkan, sekarang malah dinaikkan," tegasnya.

Ia menilai bahwa keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM di tengah naiknya harga-harga kebutuhan dan pangan seperti saat ini, cenderung tidak pro rakyat.

Mantan Kepala BP Migas itu juga mempertanyakan tentang selisih harga premium yang direkomendasikan oleh PT Pertamina (Persero) yaitu sekitar Rp8.000 per liter dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu Rp7.400 per liter untuk wilayah Jawa, Bali, Madura, dan Rp7.300 per liter di luar Jawa-Bali.

"Disampaikan di media bahwa harga keekonomian untuk premium Rp8.000, tapi pemerintah menetapkan Rp7.300. Artinya ada selisih, selisih ini siapa yang tanggung?" katanya.

Jika selisih harga tersebut ditanggung oleh Pertamina, katanya, itu akan menyalahi aturan perundang-undangan karena sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, setiap perseroan terbatas tidak dibolehkan menanggung atau "menalangi" dana subsidi.

Kardaya juga menyayangkan mengapa dalam penetapan harga BBM pihak pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM, tidak berdiskusi dengan pihak DPR selaku wakil dari masyarakat Indonesia.

Seperti diketahui, mulai 1 Maret 2015, harga premium wilayah penugasan di luar Jawa-Bali mengalami kenaikan Rp200 dari Rp6.600 per 1 Februari 2015 menjadi Rp6.800 per liter.

Sementara, harga premium nonsubsidi di wilayah Jawa dan Bali ditetapkan Pertamina juga mengalami kenaikan Rp200 menjadi Rp6.900 per liter mulai 1 Maret 2015. Untuk harga minyak tanah dan solar bersubsidi per 1 Maret 2015, pemerintah memutuskan tetap masing-masing Rp2.500 dan Rp6.400 per liter.

Sesuai Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, premium tidak lagi menjadi barang subsidi. Penetapannya dibagi menjadi dua, yakni oleh pemerintah untuk premium penugasan di luar Jawa-Bali, dan Pertamina untuk premium umum di Jawa-Bali.

Sementara, solar dan minyak tanah tetap barang subsidi yang harganya ditetapkan pemerintah. Harga solar mendapat subsidi tetap Rp1.000 per liter, sementara minyak tanah diberikan subsidi fluktuatif.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement