Senin 30 Mar 2015 01:40 WIB

Soal Harga BBM, Pemerintah Harus Komunikasi dengan Rakyat

Rep: c85/ Red: Hazliansyah
 Petugas membantu warga mengisi bahan bakar minyak Premium di SPBU di Jakarta, Ahad (1/3).
Foto: Prayogi/Republika
Petugas membantu warga mengisi bahan bakar minyak Premium di SPBU di Jakarta, Ahad (1/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Niat pemerintah untuk melepas harga BBM ke pasar sudah terlaksana beberapa bulan ini. Setiap dua pekan pemerintah melakukan evaluasi terhadap harga minyak mentah Indonesia atau ICP dan juga fluktuasi kurs rupiah terhadap dolar AS.

Dua variabel ini menjadi penentu selain faktor sosial ekonomi masyarakat untuk menentukan harga BBM. Namun, masyakarat dinilai belum siap menerima kebijakan ini karena harga-harga bahan pokok secara otomatis akan turut naik seiring dengan kenaikan BBM.

Direktur Reforminer sekaligus pengamat energi Komaidi Notonegoro menjelaskan, yang terpenting saat ini adalah edukasi dan pemahaman dari pemerintah kepada rakyat meskipun pro dan kontra terus bergulir. Komaidi mengatakan bahwa pemerintah dengan parlemen harus satu suara. Hal itu sebagai tanda bahwa kebijakan ini konsisten dilakukan.

"Masyarakat belum terbiasa meskipun harus dibiasakan, yang penting adalah pemerintah secara intens melakukan komunikasi ini kepada publik. Harus satu suara antara parlemen dan pemerintah, karena kalau beda-beda masyarakat tambah pusing," jelas Komaidi, (29/3).

Mengenai kesiapan masyarakat mengikuti harga pasar, Komaidi menilai bahwa poin penting yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah pengelolaan risiko. Asal terkendali, lanjutnya, maka pro kontra bisa diredam.

"Karena BBM ini memang menguasai hajat hidup orang banyak, dan kebetulan menjadi komponen utama dalam distribusi barang dan jasa. Jadi, barang yang tidak berkaitan langsung dengan BBM pun akan naik. Misalnya sayuran, yang diproduksi di Bogor, kemudian dijual di pasar Benhil misalnya, itu kan ikut naik karena biaya transportasinya ikut naik," lanjut Komaidi.

Penanganan dampak kenaikan harga BBM inilah yang harus diantisipasi oleh pemerintah secara lintas sektor. Dia mengambil contoh, untuk pengendalian harga di pasaran misalnya, harus ada keterlibatan antara sejumlah kementerian.

"Kemenperin tugasnya ngapain, kemensos ngapain, kemendag ngapain, sampai dengan kontrol harga. Jadi kalau harga-harga yang ada di supermarket yang tidak perlu naik, ya harus dikontrol. Jangan dinaikkan. Nanti kalau dinaikkan izinnya saya cabut. Harus sampai ke level itu," katanya lagi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement