Senin 30 Mar 2015 21:53 WIB

Pengamat Minta Jokowi Prioritaskan Konsolidasi Perbankan

Rep: C87/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Konsolidasi Bank BUMN
Foto: Yasin Habibi/ Republika
Konsolidasi Bank BUMN

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kebijakan konsolidasi bank BUMN dinilai harus diikuti dengan langkah-langkah lanjutan yang strategis. Kebijakan tersebut diniai tidak cukup sekadar menukar atau merotasi direksi di dalam Bank BUMN.  

Pengamat Ekonomi dari Universitas Brawijaya Chandra Fajri meminta Presiden Joko Widodo untuk memprioritaskan konsolidasi perbankan nasional sebagai program utama untuk dijalankan dalam 2-3 tahun awal pemerintahannya.

 

Menurutnya, konsolidasi perbankan harus dijalankan agar pembangunan infrastruktur tidak hanya urusan APBN, tapi bisa juga menjadi urusan perbankan. Dia menilai saat ini, kesenjangan infrastruktur yang dialami Indonesia sudah menjadi kesepakatan berbagai pihak untuk dibenahi.

"Namun, yang justru belum menjadi kesepakatan bersama adalah sumber pembiayaan untuk membiayai pembangunan infrastruktur tersebut, mengingat APBN tidak memiliki kekuatan keuangan yang memadai saat ini," kata Chandra dalam siaran pers, Senin (30/3).

 

Selama ini, hampir 60 persen dari belanja APBN habis untuk membayar gaji dan sisanya untuk membayar subsidi dan utang. Menurutnya, tanpa perubahan drastis manajemen fiskal, APBN tidak bisa diandalkan.

"Yang bisa hanya mendorong perbankan masuk membiayai infrastruktur dan itu membutuhkan bank-bank dengan permodalan yang kuat," imbuh Chandra.

Selain itu, konsolidasi perbankan juga diperlukan untuk menghadapi gempuran bank-bank asing yang akan masuk secara bebas ketika liberalisasi perbankan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diberlakukan pada 2020. Saat ini, lanjut Chandra, dari sisi ukuran aset, perbankan di Malaysia memiliki aset tiga kali lebih besar dibandingkan bank-bank nasional jika digabungkan.

"Ke depan, bank modalnya harus besar. Semakin besar asetnya, semakin efisien, produknya beragam. Ambil contoh saja, Bank CIMB Malaysia yang empat kali lebih besar dari Bank Mandiri, itu kalau kita ambil uang di ATM di berbagai negara, tidak kena biaya," ujarnya.

Jika konsolidasi perbankan tidak berjalan dan tidak ada perubahan, kata Chandra, bank-bank nasional akan tersingkir dan menjadi pemain lokal. Hal itu sudah terlihat saat ini Bank of Tokyo Mitsubishi, sudah masuk ke Indonesia. Karena bank tersebut mengincar pengusaha-pengusaha Jepang yang berinvestasi di Indonesia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement