Selasa 31 Mar 2015 21:36 WIB

Gedung Putih Investigasi Bocornya Data Paspor Barack Obama

Red:
Obama merupakan salah satu pemimpin dunia yang menghadiri Pertemuan G20 di Brisbane, November 2014 lalu.
Foto: abc news
Obama merupakan salah satu pemimpin dunia yang menghadiri Pertemuan G20 di Brisbane, November 2014 lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON DC -- Gedung putih memastikan akan menelusuri laporan mengenai rincian biodata paspor Presiden Barack Obama yang secara tidak sengaja dibocorkan oleh pejabat Australia dalam pelaksanaan pertemuan G20 tahun lalu.

Gedung Putih  mengatakan  akan mengambil semua langkah yang tepat untuk mencegah pelanggaran lebih lanjut.
 
Rincian biodata pribadi beberapa pemimpin dunia itu secara tidak sengaja dibagikan oleh Departemen Imigrasi Australia sebelum KTT di Brisbane berlangsung.
 
Sekretaris Pers Gedung Putih Eric Schultz mengatakan laporan itu sedang diselidiki.
 
"Saya telah melihat laporan tersebut. Saya tidak bisa mengkonfirmasi laporan tersebut saat ini," katanya kepada wartawan di Air Force One baru-baru ini.
 
"Yang dapat Saya katakan adalah bahwa kita akan menyelidiki laporan ini dan akan mengambil langkah yang tepat yang diperlukan untuk menjamin privasi dan keamanan informasi pribadi Presiden Obama."

Nomor paspor, tanggal lahir dan detil informasi visa para pemimpin dunia yang menghadiri pertemuan di Brisbane secara tidak sengaja diemailkan oleh Departemen Imigrasi Australia ke salah satu anggota Komite Asian Cup lokal.

Presiden Barack Obama, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Kanselir Jerman Angela Merkel, merupakan diantara pemimpin dunia yang menghadiri pertemuan G20.

Sebuah email dari Departemen Imigrasi yang ditujukan ke Komisi Privasi, yang berhasil didapatkan atas azas Kebebasan Informasi oleh The Guardian Australia, mengungkapkan kebocoran itu dilaporkan kurang dari 10 menit setelah email itu dikirimkan.

Jurubicara Departemen Imigrasi Australia merilis pernyataan yang mengatakan data itu segera dihapus oleh penerima email dan tidak didistribusikan lebih lanjut.

Juru bicara itu juga menyebut kebocoran itu telah dilaporkan kepada Komisi Informasi Australia (OAIC) dan Departemen Imigrasi juga telah mengevaluasi dan memperkuat protokol emailnya untuk membatasi dan mencegah insien serupa terulang kembali dimasa mendatang.

Sementara Komisi Privasi Australia, Timothy Pilgrim mengatakan dalam pernyataannya, berdasarkan Kebijakan UU Penindakan lembaganya, OAIC telah menyelesaikan penyelidikannya dan mencatat langkah yang akan diambil untuk menangani insiden pelanggaran ini dan diketahui kalau  Departemen Imigrasi juga telah melakukan langkah-langkah untuk mengurangi risiko kejadian serupa terulang lagi,"

Juru bicara oposisi untuk Perlindungan Perbatasan dan Imigrasi, Richard Marles mengatakan kebocoran itu merupakan insiden yang sangat memalukan pemerintahan Abbott,"

"Menteri Imigrasi Australia, Peter Dutton, sejauh ini menolak menjawab pertanyaan sejak insiden kebocoran informasi ini dilaporkan," katanya.

"Menteri Dutton, harus menjelaskan bagaimana kesalahan dengan dampak yang sangat besar ini bisa terjadi.. dan harus dapat menjamin kalau tidak ada informasi rahasia lainnya yang bocor ke pihak ketiga oleh pemerintah,'

"Yang sangat memprihatinkan, Menteri Dutton juga harus menjelaskan mengapa ketika insiden ini diketahui tapi tidak ada satupun pejabat termasuk Menteri Imigrasi memilih untuk memberitahukan hal tersebut kepada pemimpin dunia yang data-data pribadinya bocor,"

Senator Partai Hijau, Ludlam menggunakan isu kebocoran informasi ini untuk memperbaiki oposisinya terhadap rencana amandeman UU Penggalian Data yang diusulkan pemerintah, dengan mengatakan perintah pemberitahuan pelanggaran data harus diimplementasikan.

"Jika informasi dari para pemimpin dunia saja dapat dilanggar, maka apa yang akan terjadi ketika ribuan orang dari berbagai lembaga memiliki akses ke metadata dari 23 juta warga Australia sebagai akibat dari rezim retensi data yang digulirkan Pemerintah dan Oposisi? "Kata Senator Ludlam.

"Skema kewajiban melakukan pemberitahuan atas pelanggaran data adalah rekomendasi dari [Komite Bersama Intelijen dan Keamanan Parlemen ], dan pemerintah perlu memenuhi rekomendasi ini dan menerapkan skema sebagai hal yang mendesak."

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement