REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta memvonis mahasiswa program notariat pasca sarjana Fakultas Hukum UGM Florence Sihombing dengan hukuman dua bulan penjara dan denda Rp 10 juta subsider 1 bulan penjara. Namun, vonis tersebut tidak harus dijalani.
"Menetapkan pidana tersebut tidak usah dijalani kecuali, jika dikemudian hari terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum masa percobaan selama enam bulan berakhir,"kata Ketua Majelis Hakim Bambang Sunanto, Selasa (31/3).
Putusan majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut enam bulan penjara dengan masa percobaan 12 bulan dan denda Rp 10 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dalam amar putusannya majelis hakim menilai, mahasiswi asal Medan ini terbukti bersalah melanggar pasal 27 ayat 3 juncto pasal 45 ayat 1 Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Menurut majelis hakim, status Florence mengandung penghinaan dan membuat keresahaan warga Yogyakarta.
Saat pembacaan putusan, Florence mengenakan kemeja putih dengan celana biru. Ia tidak didampingi pengacara, hanya ada keluarganya menemani.
Menurut hakim, hal yang menjadi pertimbangan memberatkan terpidana saat sidang adalah terpidana telah melakukan tindakan yang menimbulkan keresahan dan polemik di masyarakat.
Sedangkan hal yang meringankan Florence belum pernah dihukum, mau bekerjasama, masih kuliah, dan sudah meminta maaf kepada masyarakat dan Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai raja Kraton Yogyakarta.
Mendengar putusan tersebut, Florence nampak tidak puas. Bahkan, ia sempat berlari meninggalkan ruang sidang dan menangis saat terlibat perdebatan dengan keluarganya. Florence bahkan tidak mau meladeni para wartawan yang meminta komentarnya.
Florence diberikan waktu satu pekan oleh majelis hakim untuk menjawab putusan tersebut.
JPU Suwarto sendiri mengaku akan pikir-pikir untuk mengajukan banding atas putusan itu. Pasalnya putusan majelis hakim lebih ringan dari tuntutannya.