REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Slamet Effendy Yusuf menyatakan, konflik di Timur Tengah bukan berlatar belakang kepentingan Islam. Konflik antara satu rezim melawan yang lain murni merupakan bentuk fanatisme kepada rezim masing-masing.
Konflik Yaman saat ini dinilai sebagai salah satu contoh. Menurut Slamet, andai Arab Saudi mampu mengalahkan Houthi, bukan berarti kekuatan di sana akan sesuai dengan selera Arab Saudi. Slamet menyatakan, ada kekuatan yang juga cukup kuat di Yaman dan berpihak ke Alqaeda. Artinya, ada kaitan dengan ISIS maupun Boko Haram di Afrika.
“Persoalan Houthi memang tidak mudah bagi Saudi,” ujar Slamet kepada //Republika//, Selasa (31/3). Persoalan paling nyata yang Arab Saudi hadapi adalah ketika Houthi berkuasa artinya kekuasaan dipegang oleh rezim Syiah. Artinya, di beranda negeri pimpinan Raja Salman itu akan ada kekuatan yang pasti bekerja sama dengan Iran sebagai musuh abadi Arab Saudi.
Namun, hal berbeda terlihat dalam sikap melawan ISIS. Slamet mengatakan, Arab Saudi bergabung dengan Amerika, Sunni Irak, Syiah Irak, dan Iran turun menghantam ISIS. Slamet mengakui sangat susah untuk memetakan kondisi tersebut.
“Tapi intinya semua sedang mempertahankan kuasa masing-masing. Yang menjadi latar belakang bukan Islam tapi fanatisme kepada rezim masing-masing,” ujar Slamet. Ia menyampaikan jangan berpikir hal ini untuk kepentingan Islam. Islam justru diaduk-aduk sedemikian rupa.
Syiah melawan Sunni, Sunni melawan Sunni, Syiah melawan Syiah, dan ada juga koalisi Sunni, Syiah, dan Kurdi melawan ISIS. Sedangkan ISIS sebenarnya menganut paham yang sama dengan Arab Saudi, yaitu wahabi salafi.