REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Keunggulan Muhammadiyah sebagai organisasi modern pemilik amal usaha terbanyak di dunia perlu ditopang gerakan berbasis komunitas. Hal itu terungkap dalam Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah ke-47 yang diadakan oleh Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Aula BAU UMM, Selasa (31/3).
Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Dr Haedar Nashir MSi bahkan mengungkapkan, hidup matinya Muhammadiyah sebagai gerakan sosial sangat tergantung pada aktivitasnya di basis jamaah atau komunitas. “Hingga saat ini, ciri gerakan Muhammadiyah sangat kental di bidang kesehatan, pelayanan sosial dan pemberdayaan masyarakat. Ketiga hal itu tak mungkin hidup tanpa kekuatan komunitas,” terangnya.
Haedar mencontohkan, gerakan pembebasan anak yatim dan orang miskin pada 1922 yang lantas dilembagakan melalui Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKO), bisa lahir karena dakwah Muhammadiyah berbasis komunitas.
Mengamini hal tersebut, Rektor UMM Prof Dr Muhadjir Effendy MAP mengingatkan, di tengah kesibukan warga Muhammadiyah mengurusi lingkaran struktural amal usaha, gerakan berbasis komunitas jangan sampai terabaikan.
Tak hanya komunitas berbasis dakwah, Muhadjir juga menekankan perlunya Muhammadiyah bergerak di komunitas berbasis minat, hobi, hingga kelompok-kelompok non-struktural lainnya, seperti di bidang olahraga dan kesehatan.
“Sekarang banyak bermunculan komunitas sepeda pancal, senam pagi, hingga komunitas pasien cuci darah. Hal ini semestinya tak diremehkan oleh Muhammadiyah. Kalau saja kita telaten merawat komunitas-komunitas seperti itu, ini akan menjadi strategi yang luar biasa,” papar Muhajir dalam siaran persnya kepada Republika Online.
Muhadjir mencontohkan, komunitas pasien yang sangat efektif bagi pengembangan rumah sakit Muhammadiyah. Atau komunitas wali murid sekolah Muhammadiyah se-Indonesia yang bisa melahirkan gerakan pendidikan yang berdampak luas secara sosial. “Dengan model gerakan seperti itu, Muhammadiyah bisa menjadi social denominator,” tegasnya.