REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemimpin Umum Dakwatuna, Samin Barkah mengatakan, pihaknya mendatangi Kementerian Komunikasi dan Informatika hari ini untuk mengajukan keberatan Dakwatuna atas laporan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). BNPT melaporkan bahwa Dakwatuna masuk dalam situs yang mengajarkan radikalisme.
"Padahal Dakwatuna justru menentang radikalisme," ujarnya, Rabu, (1/4).
Dakwatuna, ujar dia, juga belum pernah diajak bicara sebelumnya. "Dakwatuna melakukan protes keberatan dimasukkan ke dalam daftar situs yang mengajarkan radikalisme ke Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk diblokir," kata Samin.
Menurutnya, tidak hanya pemblokiran, pihak BNPT juga diduga telah berusaha melakukan penutupan situs Dakwatuna dengan berkoordinasi dengan pihak domain service provider yang digunakan Dakwatuna. Akibatnya, domain service provider memberikan peringatan agar dalam 10 hari domain Dakwatuna segera pindah di luar peregistrar mereka.
Jika dalam waktu 10 hari tidak melakukan hal tersebut, maka domain akan disuspend (ditutup). "Ini lebih dari pemblokiran, tapi juga penutupan, karena dari domain service provider ada tekanan untuk pindah dalam 10 hari atau domain akan ditutup oleh mereka."
Selain ke Kementerian Komunikasi dan Informatika, tim redaksi Dakwatuna juga akan melakukan audiensi dengan Komisi I DPR RI untuk meminta DPR turut menyelesaikan permasalahan ini dengan memanggil BNPT dan Kementerian Komunikasi dan Informatika.
"Kami juga ke Komisi I terkait pengaduan dan minta DPR memanggil BNPT dan Kominfo terkait kasus ini," ujarnya.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook