REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anggota Komisi Hukum MUI, Irjenpol (Purn) Anton Tabah mengatakan, pemblokiran situs-situs Islam yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) harus melewati tahap pengkajian mendalam.
Kajian yang dilakukan, kata dia, harus melibatkan pakar yang berkompeten, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), perwakilan Ormas-ormas Islam, dan pakar-pakar Islam.
“Tidak boleh pembredelan dilakukan hanya atas laporan satu lembaga tertentu,” ujar Anton, dalam keterangan tertulis, Rabu (1/4).
Menurutnya, pemblokiran situs agama tidak bisa disamakan dengan pemblokiran situs porno. Situs porno atau situs berkonten negatif lainnya dapat terdeteksi dengan mudah dan terukur.
“Sedangkan masalah akidah sangat kompleks dan rumit,” jelas dia
Sebelumnya Kemenkominfo telah memblokir 19 situs sejak Ahad (29/3) berdasarkan laporan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai website yang menyebarkan paham atau simpatisan radikalisme.
BNPT melalui surat nomor 149/K.BNPT/3/2015 meminta 19 situs diblokir karena dianggap sebagai situs penggerak paham radikalisme dan sebagai simpatisan radikalisme.
Sejumlah 19 situs tersebut ialah arrahmah.com, voa- islam.com, ghur4ba.blogspot.com, panjimas.com, thoriquna.com, dakwatuna.com, kafilahmujahid.com, an-najah.net, muslimdaily.net, hidayatullah.com, salam-online.com, aqlislamiccenter.com, kiblat.net, dakwahmedia.com, muqawamah.com, lasdipo.com, gemaislam.com, eramuslim.com dan daulahislam.com.