Rabu 01 Apr 2015 22:03 WIB
Situs Islam Diblokir

Pengamat: Kemenkominfo Butuh Definisi 'Radikal'

Rep: C23/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Situs di blokir.  (ilustrasi)
Situs di blokir. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Chudry Sitompul mengungkapkan memang sulit mendefinisikan makna radikal. Namun hal ini memang diperlukan Kementerian Komunikasi dan Informasi

(Kemkominfo) sebelum memblokir situs-situs islam yang dianggap menyebar ajaran radikal.

"Memang harus ada tolak ukur sebelum memblokir. Biar tidak dibilang otoriter," katanya pada ROL, Rabu (1/4). Menurutnya, Kemkominfo bisa berpatokan pada hal yang bersifat memperovokasi untuk melakukan kekeerasan pada kelompok lain.

Selain itu, lanjut Chudry, Kemkominfo harus bisa melihat ketika ada pemaksaan ajaran oleh suatu kelompok. "Misal, hanya satu kelompok agama yang benar, dan yang lain salah," tambahnya.

Chudry tidak pernah mempermasalahkan situs-situs media Islam menyebarkan ajaran kelompoknya. Tetapi, tegas dia, jangan karena alasan kebebasan berpendapat, lalu seenaknya menyinggung kelompok lain.

Sebelumnya, Kemenkominfo mengakui telah memblokir 19 website sejak Ahad (29/3). Menurut Kepala Pusat Informasi dan Humas Kemenkominfo, Ismail Cawidu, ke-19 website itu dilaporkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai website yang menyebarkan paham atau simpatisan radikalisme. Setelah memblokir 19 laman Islam, Kemenkominfo menambah lagi hingga berjumlah 22 website yang diblokir

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement