REPUBLIKA.CO.ID, PEKALONGAN -- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjalin kerja sama dengan Pemerintah Kota Pekalongan, Jawa Tengah untuk mengelola limbah batik yang menjadi persoalan di daerah tersebut.
"Di Pekalongan limbah batik mempunyai dua makna. Pertama, pertanda masyarakat sejahtera dan kedua limbah yang merusak lingkungan," ujar Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Iskandar Zulkarnain, Kamis (2/4).
Limbah batik menyebabkan sejumlah sungai di Pekalongan menjadi berwarna, tergantung warna limbah yang dihasilkan, katanya. Kerja sama tersebut meliputi beberapa aspek yakni penelitian dan penerapan teknologi serta sumber daya manusia.
"Kami akan melakukan kajian terlebih dahulu untuk menentukan metode mana yang cocok untuk limbah batik," ujar dia.
Ia mengatakan limbah batik terdapat pewarna, krom, hingga timbal. Pengolahan limbah dipisahkan antara logam berat dan air. Sebelumnya, teknik pengolahan limbah menggunakan aplikasi 'Material Preservasi Mikroorganisme' (MPMO) berhasil diterapkan pada pabrik tebu di Jawa Timur.
"Pengolahan limbah lebih dilakukan melalui dua pendekatan. Pertama melalui "wetland" dan MPMO tersebut," jelas dia.
Wali Kota Pekalongan, Muhammad Basyir Ahmad, mengakui sungai di kotanya keruh dan hitam. Oleh karena itu, kata dia pemkot Pekalongan meminta bantuan LIPI untuk memecahkan persoalan yang dihadapi. Pekalongan dikenal sebagai Kota Batik, karena sebagian besar penduduk bergantung hidup dari batik. Pertumbuhan ekonomi di kota tersebut sebesar 5,9 persen pada 2014. Sebagian besar disumbang oleh industri kreatif.