Jumat 03 Apr 2015 09:45 WIB

Meneladani Ketawadhu'an Imam Hanafi (3-habis)

Rep: c 24/ Red: Indah Wulandari
Imam Hanafi (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Imam Hanafi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,Ketika Imam Hanafi berusia lebih dari 50 tahun, kepala negara ketika itu berada di tangan Marwan bin Muhammad. Namanya masih tetap harum sebagai ulama besar yang disegani sebagai  pemikir yang cepat dapat menyelesaikan sesuatu persoalan.

Suatu hari Imam Hanafi mendapat panggilan dari baginda Al-Mansur di Baghdad, supaya ia datang mengadap ke istana. Sesampainya di istana Baghdad, ia ditetapkan oleh baginda menjadi hakim kerajaan Baghdad.

Dengan tawaran tersebut, salah seorang pegawai negara bertanya, “Adakah guru tetap akan menolak kedudukan baik itu?”

Dijawab oleh Imam Hanafi “Amirul mukminin lebih kuat membayar kifarat sumpahnya daripada saya membayar sumpah saya.”

Kerana ia masih tetap menolak, maka diperintahkan kepada pengawal untuk menangkapnya, kemudian dimasukkan ke dalam penjara di Baghdad. Pada saat itu para ulama yang terkemuka di Kufah ada tiga orang. Salah satu di antaranya ialah Imam Ibnu Abi Laila.

Ulama ini sejak pemerintahan Abu Abbas as Saffah telah menjadi mufti kerajaan untuk kota Kufah. Kerana sikap Imam Hanafi itu, Imam Abi Laila pun dilarang memberi fatwa.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement