REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Produksi film berbasis novel diprediksi masih akan terus menjadi tren dalam industri perfilman Tanah Air.
Sebut saja, film Indonesia yang sukses diterima pasar rata-rata diadaptasi dari novel, seperti “Laskar Pelangi”, “Ayat-Ayat Cinta”, “5 cm” dan “Perahu Kertas”.
“Apresiasi publik terhadap film nasional masih sangat rendah. Oleh karena itu, efisiensi biaya promosi dengan cara mengadaptasi novel bisa mengurangi risiko kerugian,” ungkap CEO Mizan Production Gangsar Sukrisno, Jumat (3/4).
Kris, panggilannya, menegaskan bahwa strategi tersebut berkaitan dengan menekan biaya promosi. Lantaran produk yang akan dilempar ke pasar relatif telah dikenal publik sebelumnya.
“Kita harus tahu berapa jumlah penonton yang akan kita sasar. Itu akan memunculkan angka, berapa biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi sebuah film,” kata Kris.
Apalagi, menurutnya, memproduksi film di Indonesia sangat rawan untuk merugi. Kondisi tersebut, menurut dia, tidak terlepas dari dominasi film-film Hollywood.
Kris berpendapat, regulasi pemerintah dalam mempromosikan dan memproteksi film nasional masih sangat lemah.
Menurut Kris, pemerintah harus berguru kepada sejumah negara yang berhasil menjadikan film nasional berjaya di negerinya sendiri. Negara-negara tersebut, ia mencontohkan seperti India, Korea, dan Thailand.