REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengamat pendidikan dari Surabaya Prof Zainuddin Maliki menilai Pemerintah masih bisa menerima lulusan "sekolah rumah" (home schooling) melalui sertifikasi.
"Sekolah rumah itu menekankan pada kompetensi, karena itu Pemerintah bisa melakukan uji kompetensi kepada lulusan mereka," katanya di Surabaya, Jumat (3/4).
Menurut Ketua Dewan Pendidikan Jatim itu, pemerintah bisa membentuk lembaga sertifikasi khusus mereka, karena cara itu lebih baik dibandingkan dengan ujian kejar paket A, B, C yang terkesan "nomer dua".
"Tapi, pemerintah harus mengatur lembaga sertifikasi itu secara ketat agar lembaga sertifikasi itu tidak justru menjadikan 'home schooling' untuk mengejar sertifikasi, sehingga tidak jauh berbeda dengan sekolah formal," katanya.
Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu menilai lembaga sertifikasi untuk sekolah rumah itu harus benar-benar bersifat sertifikasi seperti halnya sertifikasi guru, wartawan, dan semacamnya.
"Hasil sertifikasi yang mengukur kompetensi itu pun harus dapat diterima jenjang pendidikan yang lebih tinggi, karena fungsi sertifikasi itu memang untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah formal," katanya.
Dengan adanya lembaga sertifikasi itu, katanya, berarti juga ada pengakuan pemerintah terhadap sekolah rumah yang sangat diminati kelas menengah ke atas di Indonesia, karena jadwal dan pelajaran-nya fleksibel.
Senada dengan itu, pemerhati pendidikan dari ITS Surabaya Prof Daniel Mohammmad Rosyid mengatakan Sri Sultan Hamengkubowono mengakui sistem persekolahan telah gagal dalam mencetak wirausahawan.
"Yang jelas, 'home schooling' itu penting untuk menampung siswa yang tidak tertampung lembaga pendidikan formal, baik negeri maupun swasta, karena keterbatasan kapasitas sekolah formal, bahkan sekolah rumah bisa mendorong kreativitas siswa," katanya.
Mantan Pembina Dewan Pendidikan Jatim yang juga Ketua Jaringan Sekolah Rumah Jawa Timur itu mengatakan belajar itu tidak harus selalu di sekolah.
"Home Schooling ini ibaratnya sekolah terbuka yang berbasis rumah. Mereka belajar bisa di rumah, atau di balai RW, atau di tempat lainnya," katanya.
Namun, kurikulum sekolah rumah harus tetap mengacu pada standar nasional pendidikan di Indonesia, sehingga peserta sekolah rumah juga bisa mengikuti ujian akhir. "Bedanya cuma metode atau sistem pembelajaran," katanya.