REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa pedagang daging sapi di kawasan Pasar Senen, Jakarta Pusat, mengeluhkan tingginya harga daging sapi akibat tidak menentunya harga bahan bakar minyak (BBM).
"Sebelum naik harganya berkisar antara Rp 80 ribu hingga Rp 95 ribu per Kg, namun saat ini harganya mencapai Rp 110 ribu per Kg," kata seorang pedagang sapi, Wik, di kiosnya, Pasar Senen, Jakarta, Jumat (3/4).
Wik meyakini tingginya harga daging sejak dua bulan terakhir ini merupakan imbas dari tidak menentunya harga BBM. "Harga daging mulai meninggi sejak harga BBM naik-turun," ujar dia.
Senada dengan Wik, Asep, penjual daging sapi yang telah berdagang selama 27 tahun, menyatakan bahwa keadaan kali ini merupakan salah satu yang terburuk selama ia berjualan. "Kalau dahulu harga daging lebih murah karena masih banyak daging impor, jadi harganya bisa bersaing," kata dia.
Tingginya harga daging tidak ayal membuat para pedagang sepi pembeli dan berpengaruh secara langsung terhadap penurunan omset penjualan. "Omzet saya berkurang 50 persen," kata Wik. Dia melanjutkan, penurunan omzet tersebut karena ia tidak berani menaikkan harga sebab takut kehilangan pembeli setianya.
Muhammad Toha, seorang pedagang lain, juga menuturkan hal yang sama. "Omzet berkurang karena saya tidak berani menjual dengan harga terlalu tinggi. Dengan harga yang sekarang saja pembeli bekurang," ujar dia.
Pedagang-pedagang ini pun berharap pemerintah dapat mendengar keluhan mereka dan melakukan sesuatu untuk menormalkan harga daging. "Kami meminta pemerintah melakukan sesuatu untuk menormalkan harga daging, kalau bisa dikisaran maksimal Rp 85 ribu. Apalagi bulan pada bulan Juni-Juli sudah memasuki puasa dan Hari Raya," kata Asep.
Sementara menurut Wik, pemerintah sudah seharusnya menurunkan harga daging sapi. "Agar setiap warga Indonesia bisa membeli dan memakan daging sapi," tutur dia. Sebelumnya mulai 28 Maret 2015 harga bensin premium RON 88 naik dari Rp 6.800 menjadi Rp 7.300 per liter dan solar naik dari Rp 6.400 menjadi Rp 6.900 per liter.