REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara, Asep Warlan Yusuf mengatakan untuk kebaikan Partai Golkar, kader dan juga menyongsong Pilkada kedua kubu baiknya tidak membanding putusan PTUN kelak.
Asep mengatakan, jika keduanya tidak bisa menahan ego sektoral, dan akhirnya mengajukan banding terhadap putusan PTUN, maka hal tersebut akan berdampak pada kehancuran Golkar. Asep mengatakan karena Pengadilan Tata Usaha Negara tidak memiliki batas waktu, proses banding dan upaya hukum lain bisa saja menghabiskan waktu bulanan hingga menahun. Jika ini terjadi, maka akan terjadi kekosongan kepengurusan.
Bila terjadi kekosongan pengurus, maka dampaknya Partai Golkar tidak bisa mengikuti agenda politik kedepan. Selain itu hal ini akan menghancurkan kekuatan kader di daerah.
"Keduanya harus bisa sama sama sepakat untuk tidak mengajukan banding. Sebab, jika banding maka proses hukum tidak bisa cepat selesai," ujar Asep saat dihubungi Republika, Sabtu (4/4).
Berbeda dengan Pengadilan Negeri yang memiliki batasan waktu dalam proses hukum. Gugatan hanya terbatas pada waktu 30 hari. Sedangkan untuk banding dan kasasi diberi waktu 60 hari, PTUN tidak memiliki jangka waktu.
Selain itu, Pengadilan Negeri yang memutuskan sah atau tidaknya sebuah kepengurusan. PTUN hanya sebatas untuk menguji keabsahan SK Menteri. Kemudian putusan PTUN mengembalikan wewenang keabsahan partai pada lembaga yang berwenang, dalam hal ini Kemenkumham.
Mempertimbangkan hal tersebut, jika keduanya mengajukan Banding, maka hal ini akan menghambat persiapan pilkada mendatang. KPU kemudian tidak bisa memproses kepengurusan Partai Golkar karena tidak ada keputusan yang final dan mengikat.
Selain sepakat untuk tidak banding, Asep mengatakan kedua belah pihak harus bisa melakukan rekonsiliasi dengan setelah keluarnya putusan PTUN tidak ada lagi kubu, semua harus patuh kepada Golkar yang sah. Selain itu, kedua belah pihak harus saling mengakomodir.