Ahad 05 Apr 2015 22:00 WIB

Aksi Unjuk Rasa Klaim Kembali Australia Dikecam

Red:
  Demonstran kelompok Reclaim Australia berunjuk rasa di Sydney meski diwarnai hujan lebat.
Foto: AAP
Demonstran kelompok Reclaim Australia berunjuk rasa di Sydney meski diwarnai hujan lebat.

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY  -- Aksi unjuk rasa berbuntut bentrokan oleh kelompok yang menamakan diri Miliki atau Klaim Kembali Australia (Reclaim Australia) yang digelar serentak di belasan kota pada Sabtu (4/4), menuai keprihatinan banyak kalangan mulai dari politisi hingga tokoh agama.

Keprihatinan itu cukup beralasab mengingat saat bersamaan, ribuan warga Australia Barat merayakan hari yang teramat penting dalam kalender umat Nasrani. Salah satu pemimpin gereja di wilayah itu menggunakan pesan Paskahnya dengan mengecam aksi unjuk rasa oleh kelompok Klaim Kembali Australia yang berlangsung Sabtu (4/4) lalu.
 
Uskup Agung Perth, Timothy Costelloe mengatakan menyaksikan kekerasan dan intoleransi yang terjadi dalam aksi unjuk rasa kelompok yang menamakan diri The Reclaim Australia sangat mengganggunya.
 
"Pesan Paskah  saya adalah kekerasan bukanlah jawaban dari masalah apapun,” katanya.
 
"Saya sangat kecewa melihat kemarahan dan hujatan yang mengalir dari mulut mereka - itu sangat menyedihkan karena dilakukan pada akhir pekan Paskah ini.

"Kita hidup dalam masyarakat yang sangat diberkati ... dan salah satu berkat itu adalah sifat multikultural masyarakat kita.

"Sikap toleransi terhadap orang lain, menerima orang lain, kemampuan untuk hidup dan membiarkan hidup untuk memungkinkan orang untuk mengekspresikan iman mereka atau tradisi budaya mereka dengan cara damai, yang bagi saya adalah salah satu dari nilai-nilai riil masyarakat kita.

"Dan itu sebabnya mengapa menjadi begitu menjengkelkan ketika kita harus melihat kekerasan meletus dalam aksi unjuk rasa tersebut di seluruh negeri kemarin." 

 
Kecaman terhadap aksi kelompok ‘Klaim Kembali Australia’ juga disampaikan Pemimpin Oposisi,  Bill Shorten yang mengatakan ketakutan anti-Islam oleh demonstan Reclaim Australia sebagai "berlebihan" dan tidak berdasar.
 
Shorten kepada TV Channel Nine mengatakan kekhawatiran kelompok Reclaim Australia tentang hukum syariah di Australia itu tidak berdasar.
 
"Ide ini entah bagaimana menyatakan ada konspirasi besar dikalangan minoritas Muslim untuk menegakan hukum syariah di Australia ini benar-benar berlebihan. Saya pikir itu benar-benar salah dan tidak semua orang dikelompok minoritas memiliki pandangan semacam itu," katanya.
 
Dia mengatakan kebebasan berbicara bukan pembenaran untuk melakukan aksi unjuk rasa yang berubah menjadi kekerasan.
 
Aksi unjuk rasa Kelompok Mengklaim Kembali Australia (The Reclaim Australia) dilakukan di 16 kota di Ibukota negara, negara bagian maupun pedalaman.  Dalam aksi ini kelompok tersebut mengungkapkan protes dan penolakan mereka terhadap hukum syariah, sertifikasi halal dan ekstrimisme Islam.
 
Mereka mengklaim aksi serentak yang mereka lakukan pada Hari Sabtu (4/4) kemarin merupakan respon public terhadap ekstrimis Islam dan protes terhadap kelompok minoritas yang dinilai hendak mengubah identitas kebudayaan Australia.
 
Sementara itu aksi ini juga mendapat perlawanan dari kelompok yang kontra dengan pendapat mereka. Kelompok ini menilai gerakan ‘the reclaim Australia’ sebagai kelompok Anti-Islam.
 
Seorang pria dari kelompok the Reclaim Australia yang berunjuk rasa di Hobart ditahan dan didakwa dengan pasal melakukan penyerangan ketika kelompoknya bentrok dengan kelompok pendukung multikulturalisme di Australia.
 
Bentrokan terbesar terjadi di Melbourne di mana massa dari kedua kubu saling dorong dan menghimpit petugas polisi yang berusaha memisahkan kedua kelompok tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement