REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemblokiran 19 situs media massa Islam oleh Kemenkominfo atas usulan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) memunculkan polemik. Dewan Pers menyatakan konten situs-situs tersebut bukanlah produk jurnalistik. Sebab, perusahaan pengelola situs-situs itu tidak terdaftar di Dewan Pers.
Menanggapi itu, Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ilham Bintang mengatakan kriteria sebuah produk pers mesti didasarkan pada perundang-undangan, bukan pada ihwal terdaftar di Dewan Pers.
"Itu kan perspektif Dewan Pers. Tidak demikian dengan Undang-Undang. Di Undang-Undang, tidak ada kewajiban untuk masuk ke Dewan Pers. Jadi, parameter karya jurnalistik itu parameter Undang-Undang," tutur Ilham Bintang saat dihubungi Republika, Senin (6/4).
Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, disebutkan antara lain, kegiatan jurnalistik meliputi menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. Selain itu disebutkan pula, definisi perusahaan pers adalah berbentuk badan hukum. Tidak disebut kewajiban untuk mendaftar ke Dewan Pers.
Sebaliknya, lanjut Ilham, Dewan Pers justru berkewajiban untuk mendata perusahaan-perusahaan yang menghasilkan produk jurnalistik. Sebab, kata Ilham, bisa saja ada perusahaan pers yang belum terdaftar di Dewan Pers karena beberapa kendala.
Namun, perusahaan tersebut sudah memenuhi syarat sebagai penghasil karya jurnalistik menurut Undang-Undang. "Jadi, menjadi kewajiban Dewan Pers untuk mendata media-media. Bukan berarti kalau tidak terdaftar di Dewan Pers, bukan produk pers," ucap dia.