REPUBLIKA.CO.ID, CILEGON - Nasib Pelabuhan Bojonegara di Desa Pulo Ampel, Kecamatan Pulo Ampel, Kabupaten Serang, tak jauh berbeda dengan Pelabuhan Cilamaya, Jawa Barat yang dibatalkan pembangunannya oleh Wapres Jusuf Kalla.
Pelabuhan Bojonegara yang digadang-gadang menjadi pelabuhan peti kemas terbesar di Indonesia, dibatalkan, dan kini beralih fungsi dengan hanya menjadi Pelabuhan Curah Kering.
“Pembangunan dan optimalisasi lahan tetap dilakukan. Hanya perlu adjustment saja. Masterplan pertama direncanakan untuk mengangkut kontainer, tapi setelah di evaluasi, masterplannya berubah menjadi kargo curah kering pangan maupun non pangan, liquid, dan batu split,” kata General Manager Pelindo II Banten, Chiefy K Adi, kepada awak media, Senin (6/4).
Meski pembangunan Pelabuhan peti kemas terbesar sekarang beralih ke Cirebon, Jawa Barat, pihak pengelola yaitu Pelindo II optimis bisa mengusahakan ke rencana awal terkait Pelabuhan Bojonegara menjadi yang terbesar dan mengalahkan Pelabuhan Singapura.
Perubahan ini berdasarkan perhitungan ulang pemerintah, dimana Pelabuhan Bojonegara di anggap tak efisien dan ekonomis. Karena perusahaan yang menggunakan kontainer berlokasi di kawasan Cikarang, Karawang, Bekasi, dan Jakarta.
"Mengingat kargo yang dibawa dengan kontainer lebih banyak dikonsumsi oleh perusahaan customer dari Cikarang, Karawang, dan sekitarnya, kalau mereka bongkar muat disini maka diperlukan angkutan truk yang membawa ke Jakarta. Dan ini sangat memberatkan pengguna jasa, sehingga kemasan peti kemas difokuskan ke Cirebon," terangnya.
Pembangunan Pelabuhan Bojonegara sendiri, berawal dari hasil kajian Japan International Coorporation Of Agency (JICA) soal pembangunan penopang Tanjung Priok di Bojonegara yang kemudian peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Presiden Megawati.
Namun dalam perkembangannya, rekomendasi pembangunan pelabuhan baru di Banten dianggap kurang tepat, karena sentra-sentra industri justru ada di timur Jakarta yang lokasinya jauh bahkan mencapai 120 km dari Pelabuhan Bojonegara.