REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) yang mengesahkan kepengurusan Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berbuntut panjang. SK Pengesahan yang dikeluarkan Menkumham ini dinilai sebagian pihak membahayakan proses demokrasi di Indonesia.
Oleh karena itu, Komisi II DPR RI akan mengajukan revisi terbatas pada Undang-Undang Partai Politik (UU Parpol). Anggota komisi II dari fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Yandri Susanto mengatakan revisi UU parpol akan merubah kewenangan Menkumham agar tidak menjadi penentu hidup dan matinya partai politik.
Kasus Golkar dan PPP, menurut Yandri menjadi pembelajaran yang baik agar tidak menyerahkan keputusan sah dan tidaknya kepengurusan parpol di tangan menkumham.
"Jangan sampai kewenangan Menkumham menentukan hidup dan matinya partai," katanya di kompleks parlemen, Selasa (7/4).
Ia menambahkan, komisi II sudah menyadari pentingnya revisi UU Parpol ini. Terlebih antara Golkar, PPP dan KPU sama-sama keras dalam perdebatan siapa yang berhak mengajukan nama-nama dalam Pilkada.
Menurut Yandri, KPU keras menyerahkan keputusan keabsahan pengurus parpol pada Menkumham. Sedangkan Golkar dan PPP juga keras bahwa surat dari Menkumham harus dilihat sebagai persoalan.
Sebab itulah, untuk mencari solusi terbaik, komisi II akan melakukan revisi terbatas pada UU parpol. Pasalnya, soal pemilu dan pilkada sudah menyangkut hidup dan mati. Ini dapat menimbulkan efek horizontal yang berakibat buruk untuk masyarakat.
Yandri mengatakan, revisi terbatas UU parpol ini akan diajukan tahun 2016 nanti. Jadi sebelum pemilu tahun 2019 UU tersebut sudah selesai. Selain pasal-pasal krusial soal kewenangan Menkumham, komisi II akan menginventarisir pasal-pasal yang harus diperbaiki. Bagaimana merubah pasal-pasal agar tidak terjadi hal tak terduga lainnya.
"Kita juga akan sisir dan inventarisir, banyak hal yang tidak kita duga terjadi," tegasnya.