REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersyukur atas putusan praperadilan yang menolak gugatan tersangka dugaan korupsi dana haji, Suryadharma Ali (SDA). Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK Johan Budi berharap agar putusan tersebut dijadikan rujukan hakim lain.
Menurut Johan, putusan tersebut mempertegas pendapat bahwa penetapan tersangka tidak masuk dalam obyek gugatan praperadilan sebagaimana yang ada dalam Pasal 77 KUHAP. Tetapi, kata dia, memang hal itu sepenuhnya menjadi kewenangan hakim yang tidak bisa diintervensi.
"Kami berharap putusan hari ini membukakan mata kita semua dan bisa dijadikan rujukan bagi hakim lain yang memutuskan praperadilan," kata mantan juru bicara KPK ini dalam keterangan resmi di gedung KPK, Rabu (8/4).
Kendati demikian, lanjut Johan, KPK akan tetap menghormati gugatan praperadilan tersangka lain yang saat ini sedang dalam proses. Sebab, putusan praperadilan sepenuhnya menjadi wewenang hakim secara independen dan mutlak. KPK, kata dia, akan siap menghadapi seluruh proses praperadilan yang dilayangkan para tersangka.
Seperti diketahui, SDA harus menerima kenyataan pahit setelah upaya gugatan praperadilan yang diajukannya ditolak. Hakim tunggal yang memimpin sidang, Tatik Hadiyanti menolak permohonan SDA untuk seluruhnya. "Dalam pokok perkara menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Tatik saat membacakan putusan di PN Jaksel, Rabu (8/4).
Hakim Tatik menolak penetapan tersangka sebagai objek praperadilan kendati Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara. Dalam pertimbangannya, Hakim Tatik mengutip pendapat ahli termohon yakni, mantan hakim agung Yahya Harahap yang menyebut, penetapan tersangka bukan bagian dari upaya paksa yang diatur dalam KUHAP.
Penetapan tersangka merupakan tindakan administratif perubahan status dari bukan tersangka menjadi tersangka yang dilindungi oleh hukum. Dirinya menolak dalil-dalil pemohon yang telah masuk ke pokok perkara seperti belum adanya penghitungan kerugian negara yang dikeluarkan oleh lembaga yang resmi.
SDA ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji 2012-2013 sejak 22 Mei 2014. SDA diduga menyalahgunakan wewenang saat menjabat sebagai menteri Agama. Dia diduga melakukan korupsi dalam biaya perjalanan ibadah haji (BPIH), pengadaan pemondokan, transportasi, katering, serta pemberangkatan haji pejabat dan sejumlah tokoh dengan menggunakan dana masyarakat.
Atas perbuatannya, SDA dijerat dengan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 dan juncto pasal 65 KUHPidana.