REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho mengatakan bila Komjen Budi Gunawan diangkat menjadi wakil kepala Polri berpotensi memunculkan 'dua matahari kembar' atau dua pusat kekuasaan di Korps Bhayangkara.
"Bisa saja ada kapolri de jure, yaitu Badrodin Haiti, dan kapolri de facto, yaitu Budi Gunawan. Apalagi, Budi Waseso yang saat ini menjabat sebagai kabareskrim pun dianggap 'orangnya' Budi Gunawan," kata Emerson Yuntho di Jakarta, Rabu (8/4).
Karena itu, Emerson menyesalkan bila benar Budi Gunawan diusulkan sebagai wakapolri, apalagi ada sinyal mayoritas fraksi di DPR menyetujui pencalonan tersebut. "Apakah di tubuh Polri tidak ada lagi figur perwira bintang tiga yang bersih? Pelimpahan perkara Budi Gunawan dari Kejaksaan Agung ke Bareskrim ada indikasi meloloskan dan memuluskan dia menjadi wakapolri," tuturnya.
Menurut Emerson, bila benar Budi Gunawan diangkat menjadi wakapolri, maka akan muncul dugaan bahwa hal tersebut merupakan hasil tawar-menawar terhadap Badrodin Haiti yang kemungkinan besar menjadi kapolri. Bisa saja muncul kecurigaan ada skenario Badrodin disetujui DPR dan boleh menjadi kapolri asalkan Budi Gunawan menjadi wakapolri.
"Apalagi, Badrodin tidak lama lagi juga akan pensiun. Kalau seperti itu, maka Badrodin seolah-olah menjabat kapolri hanya untuk memasuki masa persiapan pensiun, sementara Polri lebih banyak dikendalikan Budi Gunawan," katanya.
Hal itu, kata Emerson, akan berdampak negatif bagi institusi Polri. Karena itu, Presiden Joko Widodo harus mencermati dan berhati-hati dalam pencalonan Budi Gunawan sebagai wakapolri. "Meskipun jabatan wakapolri ditentukan di internal kepolisian, Presiden tetap memiliki peran untuk menolak atau bahkan 'menitipkan' calon," katanya.
Selain itu, Emerson juga meminta Presiden Jokowi untuk patuh dan tidak mengkhianati Nawacita yang merupakan visi dan misinya, khususnya mengenai pemilihan pejabat yang bersih dan antikorupsi. "Figur Budi Gunawan tentu bisa diperdebatkan karena pernah menjadi tersangka KPK," ujarnya.