REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Bupati Kabupaten Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti menyayangkan maraknya pedagang makanan yang menggunakan zat pewarna dan pengawet berbahaya pada jajanan di pasaran juga di kantin sekolah. Ia menilai hal tersebut merugikan masyarakat, khususnya anak-anak dari sisi kesehatan.
"Kesadaran dan pengetahuan masyarakat juga produsen makanan - yang umumnya tergolong usaha kecil dan menengah - akan bahaya zat pewarna dan pengawet ini masih rendah" kata Eka Wiryastuti kepada Republika, Rabu (8/4).
Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM) Bali sendiri secara rutin melakukan pengujian pangan dengan mobil laboratorium keliling dengan menyasar pasar-pasar tradisional. Hasilnya, masih banyak ditemukan jajanan yang mengandung rhodamin B, misalnya pada cendol, terasi, harum manis, uli, rengginang, gipang, dan kue kukus.
Jajanan-jajanan tradisional tersebut sering disajikan sebagai pelengkap upacara keagamaan di Bali.
Oleh sebabnya, BPOM Denpasar juga menggandeng pihak Parisadha Hindu Dhrama Indonesia (PHDI) melalui pemuka agamanya untuk ikut meningkatkan pemahaman masyarakat akan bahaya penyalahgunaan rhodamin B pada pangan tradisional.
Masyarakat Bali, khususnya di daerah pedesaan sangat senang memilih pangan yang warnanya mencolok. Rhodamin B sebagai zat pewarna makanan berbahaya lebih mudah didapat serta murah harganya. Inilah mengapa masih banyak yang menggunakannya.
Eka menilai pembinaan dan penyuluhan terkait jajanan berbahaya perlu ditingkatkan, meskipun kegiatan-kegiatan serupa sudah secara rutin digelar oleh Dinas Kesehatan.
Peran Dinas Pendidikan juga diperlukan dalam rangka memberikan edukasi pada masyarakat, demikian juga lembaga terkait, seperti BPOM. Masyarakat juga diimbau menyesuaikan asupan makanan mereka sesuai kebutuhan, sehingga tidak menderita kelebihan yang ditimbulkan makanannya.