REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku tidak keberatan dengan rencana pengajuan hak menyatakan pendapat yang dilakukan oleh sejumlah anggota DPRD DKI terhadap dirinya.
"Tidak apa-apa, silakan saja. Justru saya minta supaya saya dipanggil, tapi malah tidak dipanggil," kata Basuki di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (8/4).
Pria yang lebih akrab disapa Ahok itu pun mengaku tidak peduli apabila pengajuan hak menyatakan pendapat oleh segenap anggota dewan berakhir keputusan pemberhentian dirinya dari jabatan Gubernur DKI. Proses hak menyatakan pendapat itu menurut dia pasti terus berjalan.
Ia mengaku santai saja. Lagi pula, kata dia, kekuasaan itu hanya milik Tuhan.
Di sisi lain, mantan Bupati Belitung Timur itu mengaku bersyukur karena sejauh ini sudah mampu menerapkan sistem anggaran elektronik atau e-budgeting dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI.
"Karena saya ingin Jakarta menjadi contoh penerapan e-budgeting dalam setiap penyusunan anggaran. Saya ingin tunjukkan bagaimana menjalankan sistem e-budgeting itu secara transparan, sehingga seluruh masyarakat bisa tahu," tutur Ahok.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD DKI M Taufik mengungkapkan sebanyak 33 anggota DPRD DKI Jakarta telah menandatangani persetujuan hak angket dilanjutkan dengan hak menyatakan pendapat terhadap Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama.
"Satu hari setelah pelaksanaan paripurna angket, sebanyak 33 anggota dewan dari Fraksi Partai Gerindra, Partai Golkar, PPP dan PKS menandatangani persetujuan dilakukannya hak menyatakan pendapat," ungkap Taufik.
Dia menambahkan dalam proses pelaksanaan hak menyatakan pendapat, terdapat dua kemungkinan sanksi, yaitu berupa teguran agar Basuki meminta maaf dan berupa pemberhentian dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.