Kamis 09 Apr 2015 06:08 WIB

HOS Tjokroaminoto, Sang Pioner Organisasi Nasionalis

Rep: C14/ Red: Erik Purnama Putra
Lukisan HOS Tjokroaminoto.
Foto: Blog
Lukisan HOS Tjokroaminoto.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Film sejarah kolosal berjudul Guru Bangsa Tjokroaminoto akan tayang perdana pada Kamis (9/4). Film tersebut mengisahkan sosok Hadji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto. Diharapkan dengan diluncurkannya film itu, masyarakat akan mengenang dan memaknai kembali sosok pahlawan nasional tersebut dalam konteks kekinian.

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Fachry Ali mengapresiasi pembuatan film itu. Menurut dia, sosok HOS Tjokroaminoto patut diteladani sebagai perintis munculnya organisasi-organisasi nasionalis yang modern dalam melawan penjajah.

“Peran HOS Tjokroaminoto adalah sebagai pionir pembuka jalan ke arah sistem gerakan organisasional dalam melawan penjajah. Hanya dialah pada zamannya yang mampu membuat gerakan massa secara terorganisasi,” tutur Fachry Ali saat dihubungi, Rabu (8/4).

Gerakan massa itu, lanjut Fachry, ialah Sarekat Islam (SI) yang terbentuk pada 1912 dan sebelumnya bernama Sarekat Dagang Islam. Fachry menegaskan, SI adalah partai politik pertama yang benar-benar berakar di tengah masyarakat.

Meskipun sebelumnya, ada pula partai politik semisal ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeniging) yang menjadi cikal bakal Partai Komunis Indonesia (PKI). “SI memperjuangkan secara konkret aspirasi wong cilik,” kata dia.

Fachry menyebut, sosok HOS Tjokroaminoto dikatakan oleh seorang penulis Belanda sebagai 'Raja Jawa tanpa Mahkota'. Alasannya, ungkap Fachry, setelah reda Perang Diponegoro (1825-1830), rakyat Jawa tidak lagi merasakan adanya gerakan melawan kuasa penjajah Belanda.

Itu lantaran setelah 1830, hampir seluruh bangsawan Jawa masuk ke dalam tubuh birokrasi Kolonial Belanda. Mereka semua digaji oleh Belanda.

“Dia (Tjokroaminoto) dianggap penjelmaan ratu adil oleh rakyat. Karena setelah Perang Dipenogoro, tidak ada lagi kepemimpinan pribumi yang terpusat di Jawa. Semuanya bangsawan telah jadi hamba dari kolonial Belanda, terekrut dan digaji,” tutur dia.

 

Selain itu, lanjut Fachry, HOS Tjokroaminoto merupakan yang pertama menuntut agar Hindia Belanda memiliki pemerintahan yang berdiri sendiri, lepas dari Kerajaan Belanda. Pada 1916, Tjokroaminoto menutut petisi tentang itu.

 

Fachry juga menjelaskan, kediaman HOS Tjokroaminoto telah menjadi tempat kaderisasi bagi pemimpin-pemimpin besar bangsa Indonesia. Sebut saja Sukarno, Semaun, dan Kartosuwirjo. Yakni, Sukarno dengan nasionalismenya, Semaun dengan pandangan komunisme, dan Kartosuwirjo dengan pandangan politik Islam. Tampak HOS Tjokroaminoto memunculkan tokoh-tokoh yang beragam pandangan.

Menurut Fachry, setidaknya ketiga tokoh tersebut ketika muda sangat terinspirasi oleh pandangan modern HOS Tjokroaminoto dalam menyusun pergerakan melawan kolonialisme.

 

“HOS Tjokroaminoto-lah yang membuka ambang modernisasi politik pertama kali bagi masyarakat Indonesia. Karena itu, daya dukungnya menyebabkan orang-orang muda seperti Sukarno, Kartosuwirjo, dan Semaun, mendekat. Ketiga murid itu jadi tokoh dalam paham masing-masing,” katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement