REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemblokiran situs media Islam diharapkan tak terjadi lagi dengan memperbaiki komunikasi antara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Kemenkominfo.
"Antara BNPT-Kemenkominfo itu kan satu, pemerintah. Pemerintah itu jangan tangan kanannya bilang saya nggak blokir, tapi kakinya bilang memblokir atas permintaan tangan. Nah, komunikasi seperti ini jangan terjadi lagi di institusi pemerintah," kata anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani, Kamis (9/4).
Ia mengatakan, ada dua hal yang ditekankan DPR kepada pemerintah terkait pemblokiran situs-situs yang dianggap mengandung konten radikal.
Pertama, yakni prosedur pemblokiran yang betul-betul harus dijalankan. Hal lain, lanjutnya, yakni perbaikan komunikasi antara BNPT dan Kemenkominfo sebagai lembaga pemerintah.
Arsul mengatakan, kedua belah pihak tersebut seharusnya tidak bergerak sendiri-sendiri. BNPT dan Kemenkominfo, lanjutnya, seharusnya bersama-sama merumuskan strategi komunikasi publik untuk merespon berbagai pertanyaan yang muncul agar tidak membuat masyarakat bingung.
Selain itu, Arsul mengatakan, Komisi III juga mempermasalahkan keadilan dalam pemblokiran situs. Menurutnya, dalam non physical terorism, bentuk terorisme yang dilakukan dalam media sosial tidak hanya mengatasnamakan slam, namun juga komunis dan ajaran-ajaran lain.
"Yang jadi catatatan, jangan radikalisasi itu dilihat yang terkait islam saja. Karena ada situs-situs yang mengusung paham komunis yang mengancam NKRI. Ini yang juga diminta, supaya BNPT tidak terfokus kalau ngomong terorisme kaitannya dengan orang islam," ujarnya.
Arsul menambahkan, pihaknya juga menekankan perlunya upaya persuasif sebelum dilakukan pemblokiran.
"Kalau ada situs seperti itu, penanggung jawabnya dilacak kemudian dipanggil, diingatkan. Jangan langsung ditutup," kata politikus PPP itu.