REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) akhirnya pada kemarin (9/4) membuka blokir atas 12 dari 19 situs media Islam. Situs-situs itu sebelumnya diklaim berbahaya oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) karena berisi konten penyebar paham radikalisme.
Adapun ketujuh situs lainnya, menurut Kemenkominfo, masih diblokir karena pengelolanya sampai kemarin belum juga berkomunikasi dengannya. Terkait normalisasi 12 situs media Islam itu, Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Ilham Bintang menegaskan, Kemenkominfo tidak boleh berhenti hanya pada normalisasi.
Lebih lanjut, menurutnya, Kemenkominfo wajib secara terbuka merehabilitasi nama baik atau meminta maaf kepada para pengelola ke-12 situs tersebut.
"Persoalannya, Kemenkominfo harus merehabilitasi ke-12 situs itu. Nama-nama mereka kan sudah terlanjur mendapat stigma buruk di masyarakat. Umumkan rehabilitasi itu. Bahkan, dengan ucapan meminta maaf," tutur Ilham Bintang saat dihubungi Republika, Jumat (10/4).
Bila sampai tidak meminta maaf, lanjut Ilham, dikhawatirkan ke depannya Kemenkominfo akan bersikap seolah-olah punya wewenang polisional. Yakni, berhak menjalankan prosedur pemblokiran tanpa konfirmasi terlebih dahulu ke pihak-pihak yang ditengarai menyebarkan paham negatif.
Padahal, tegas Ilham, di samping konfirmasi, konten negatif semisal radikalisme harus dibuktikan via pengadilan. "Itu kan normalisasi bahasa ngeles-nya pemerintah. Kalau mau terbukti, kan bisa di pengadilan," kata dia.
Ilham berpendapat, Kemenkominfo mesti secara terbuka mengakui kekeliruannya terkait pemblokiran terhadap 12 situs media Islam itu. Paling tidak, kekeliruan dalam hal prosedur. Di sisi lain, ujar Ilham, pihak-pihak pengelola ke-12 situs itu dapat meneruskan rencana gugatan hukumnya terhadap Kemenkominfo.
"Rehabiitasi tidak mesti menutup jalan untuk menuntut. Jika mereka (pengelola situs) menganggap pemblokiran merugikan nama baik," papar dia.