REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membantah dugaan suap yang melibatkan politikus PDIP, Adriansyah, terkait dengan oknum di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel). Dugaan suap yang terjadi terkait dengan pengurusan izin usaha.
"Itu tidak benar (terkait PN Jaksel)," kata Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK, Johan Budi, mengklarifikasi informasi keterlibatan oknum PN Jaksel dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Bali, Jumat (10/4).
Sebelumnya, beredar informasi bahwa dalam OTT yang dilakukan KPK turut menyeret oknum di PN Jaksel. Johan mengatakan, tangkap tangan yang dilakukan terkait izin usaha di sebuah lokasi yang berada di Kalimantan.
Namun, mantan juru bicara KPK ini belum bisa menjelaskan lebih detail terkait izin apa. Sebab, kata dia, tiga orang yang tertangkap tangan masih menjalani pemeriksaan.
"Perlu kami jelaskan bahwa ini diduga berkaitan dengan pemberian izin di sebuah lokasi di kalimantan. Ini karena simpang siur, ini terkait SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan)," ujar dia.
Dalam OTT ini, KPK menangkap tiga orang. Ketiganya dicokok di lokasi yang berbeda. Dua di antaranya ditangkap di Hotel Swiss Bel di Sanur Bali yang salah satunya adalah politikus PDIP Andriansyah. Sedangkan satu orang pengusaha berinisial AH ditangkap di Jakarta.
Menurut Johan, penangkapan itu berdasarkan informasi dari masyarakat sekitar dua pekan lalu.
Adriansyah sendiri pernah menjabat sebagai bupati Tanah Laut selama dua periode, yaitu pada 2003-2008 dan 2008-2013 dan saat ini menjadi Anggota Komisi IV DPR.
Adriansyah tercatat pernah terlibat dalam kasus dugaan suap pada 2010. Dia diindikasikan menerima suap dari perusahaan terkait izin tambang batu bara oleh seorang pengusaha. Lokasi tempat izin tambang batu bara tersebut berada di perbatasan Kabupaten Tanah Laut dan Tanah Lumbun.