Sabtu 11 Apr 2015 14:09 WIB

Jika Jokowi Gagal, PDIP Ikut Menanggung Kerugian

Rep: C82/ Red: Taufik Rachman
Presiden Jokowi pada malam peringatan Hari Film Nasional di Istana Negara, Jakarta, Senin (30/3).
Foto: Antara
Presiden Jokowi pada malam peringatan Hari Film Nasional di Istana Negara, Jakarta, Senin (30/3).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengamat politik dari Central Strategic International Studies (CSIS), Phillips J Vermonte mengatakan, daripada beralih koalisi, lebih baik Presiden Jokowi memperbaiki hubungan dengan partai pengusungnya, PDIP. Phillips mengatakan, butuh pemahaman dari kedua belah pihak agar komunikasi dalam hubungan berjalan dengan baik.

"Karena bagaimanapun PDIP adalah partai yang mencalonkan Jokowi. PDIP juga harus menerima realita baru, bahwa presiden yang terpilih adalah orang baru bukan keluarga dari bu Mega yang sesuai dengan semangat politik PDIP," kata Phillips dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (11/4).

Phillips mengatakan, PDIP adalah partai yang paling berkepentingan agar pemerintah Jokowi sukses. Jika pemerintahan saat ini tidak berhasil, lanjutnya, maka yang rugi adalah PDIP sendiri. Oleh karena itu, kata Phillips, PDIP juga harus berperan aktif dalam membangun hubungan yang baik dengan Jokowi.

"Kalau nggak berhasil yang rugi PDIP juga. Di Pemilu serentak 2019, PDIP akan dihukum masyarakat. Karena bagaimanapun Jokowi masih dilihat sebagai wajah dari PDIP," ujarnya.

Sementara itu, pakar psikologi politik dari Universitas Indonesia Dewi Haroen mengatakan, ada kekuatan lain yang mencoba untuk merenggangkan hubungan PDIP dan Jokowi. Hal tersebutlah, lanjutnya, yang harus diantisipasi kedua belah pihak 

"Ini menjadi warning untuk memperhatikan siapa kawan lawan. Lawan gaya komunikasi kaku, akomodir semuanya. Jangan bujukan manis KMP menjadikan lengah," ujar Dewi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement