REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Mantan Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda mendukung "reformasi PBB" yang diwacanakan Prof Dr Makarim Wibisono MA-IS MA dalam pidato pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.
"Reformasi PBB itu sebenarnya bukan isu baru, tapi sekarang memang sudah surut, karena pihak yang sudah menikmati kedudukan selama ini memang sulit melakukan distribusi kekuasaan," katanya saat menghadiri pengukuhan di Rektorat Unair Surabaya, Sabtu.
Dalam pidato pengukuhan dirinya, Pelapor Khusus PBB mengenai Situasi HAM Palestina Prof Dr Makarim Wibisono MA-IS MA menegaskan bahwa Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) perlu direformasi.
"Itu karena PBB dibentuk dengan geopolitik tahun 1945 dan sampai saat ini belum berubah, sehingga PBB kini kehilangan kredibilitas, legitimasi, dan representasi," kata Prof Makarim juga menjadi dosen pada sejumlah universitas itu.
Dalam acara yang juga dihadiri Menlu Retno LP Marsudi dan sejumlah perwakilan negara sahabat itu, ia menjelaskan hilangnya kredibilitas, legitimasi, dan representasi PBB itu berbahaya, karena konflik di dunia takkan terselesaikan.
"Kalau perlu, pemerintah Indonesia mendorong inisiasi perlunya reformasi PBB, karena UUD 1945 mengamanatkan itu dan Indonesia juga merupakan negara terbesar keempat di dunia," kata diplomat senior itu.
Menanggapi wacana lama yang disuarakan kembali itu, Hassan Wirajuda menilai Indonesia dapat saja mendorong wacana itu untuk kepentingan perdamaian dunia, namun Indonesia tak perlu memaksakan diri untuk menjadi salah satu dari anggota tetap lembaga dunia itu.
"Untuk kepentingan perdamaian dunia dan stabilitas ekonomi, Indonesia bisa saja menyuarakan kembali isu reformasi PBB itu, namun Indonesia tak perlu menjadi anggota tetap, karena di kawasan Asia masih ada Jepang dan India," katanya, didampingi rekannya yang juga mantan Menlu Alwi Shihab.
Menurut dia, Indonesia memang layak diperhitungkan untuk menjadi anggota tetap PBB, karena posisi Indonesia dalam perekonomian global sudah masuk peringkat 16, bahkan Indonesia juga menjadi salah negara demokrasi yang besar di dunia serta berpenduduk Muslim terbesar.
"Bisa saja Indonesia menyuarakan wacana reformasi PBB itu dalam Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada akhir April mendatang, tapi forum KAA itu sebenarnya lebih tepat untuk kerja sama yang nyata di bidang ekonomi," katanya.
Ketika dikonfirmasi Antara tentang wacana reformasi PBB itu, Menlu Retno LP Marsudi menyatakan dirinya tidak berhak menanggapi wacana akademik. "Itu wacana akademik, biarlah menjadi perbincangan akademik dulu," katanya.