Ahad 12 Apr 2015 13:46 WIB

Beda Pendapat Pencatatan Pernikahan dalam Hukum Islam

Rep: c 24/ Red: Indah Wulandari
Menikah adalah sunah Rasulullah SAW, tak terikat waktu-waktu tertentu.
Foto: Antara/Regina Safri/ca
Menikah adalah sunah Rasulullah SAW, tak terikat waktu-waktu tertentu.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ada perbedaan pendapat tentang pencatatan pernikahan dalam hukum agama Islam.

"Dalam agama ada perbedaan pendapat tentang pencatatan pernikahan, ada yang beranggapan bisa secara lisan saja, tidak perlu pencatatan. Tapi, ada juga ahli fikih dari Yordania Wahdah Zuhaili mengatakan bahwa negara berhak melakukan hal-hal yang diperlukan," papar Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Prof Machasin, Ahad (12/4).

Artinya, ada yang mengatakan nikah bisa dilakukan dengan ijab kabul secara lisan, asal memenuhi syarat dan rukun nikah tanpa pencatatan. Di sisi lain, ada pendapat bahwa pencatatan harus dilakukan guna terselenggaranya administrasi kependudukan negara yang rapi.

Sementara di Indonesia, ia melanjutkan, prinsipnya negara berhak untuk mengatur kepentingan orang banyak. "Jadi kan pencatatan ini berkaitan dengan hak sipil nantinya, akte kelahiran dan sebagainya," ujar Machasin.

Dari surat nikah tersebut nantinya akan menjadi syarat pembuatan kartu keluarga yang menjelaskan hubungan anak dengan orang tuanya. Selain kartu keluarga, akte kelahiran anak juga baru bisa diterbitkan kalau memenuhi syaat itu semua.

"Pencatatan itu bisa dikatakan wajib juga, dari kesimpulan yang diambil dari buku Wahdah Zuhaili, tapi ada yang mengatakan tidak perlu," jelas dia.

Terkait peredaran surat nikah palsu dia mengatakan hendaknya masyarakat jangan meyerahkan urusan pernikahan kepada orang yang tidak memiliki kewenangan. Karena nanti bisa berakibat pada persoalan-persolan keabsahan pencatatan pernikahan.

"Itu kalau minta dibantu orang lain pasti bayar kan? Belum tentu dapat yang asli. Padahal kalau diserahkan kepada KUA pasti asli," tambah Machasin.

Hal itu dialami oleh ribuan warga di Kecamatan Panguragan, Cirebon, Jawa Barat yang menerima surat nikah palsu. Praktek tersebut ternyata sudah berlangsung sejak tahun 80-an. Karena hanya memiliki surat nikah palsu, warga tidak bisa mengurus administrasi kependudukan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement