Senin 13 Apr 2015 13:48 WIB

JK Beri Kesaksian Meringankan Yance

Rep: C01/ Red: Erik Purnama Putra
Wakil Presiden Jusuf Kalla bersama Presiden Jokowi.
Foto: Antara
Wakil Presiden Jusuf Kalla bersama Presiden Jokowi.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) meghadiri sidang mantan Bupati Indramayu Irianto MS. Syafiuddin (Yance) terkait kasus dugaan korupsi dana pembebasan lahan untuk pembangunan PLTU Sumuradem, Indramayu.

Dalam sidang tersebut, JK tidak mempermasalahkan jika nilai ganti rugi pembebebasan lahan dilakukan di atas Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). "Menurut apa yang saya ketahui, sesuai dengan perintah, dijalankan dengan benar," ujar JK saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (13/4).

JK menilai ganti rugi di atas NJOP untuk pembebasan lahan yang akan digunakan untuk membangun PLTU Sumuradem tidak ada masalah. Pasalnya, NJOP hanya sekwdar nilai rata-rata, sehingga dalam praktiknya bisa lebih tinggi atau pun lebih rendah.

Selain itu, JK menilai NJOP yang lebih tinggi ilakukan agar tidak merugikan masyarakat. Pasalnya, dengan NJOP yang tinggi, jika sewaktu-waktu masyarakat ingin kembali membeli tanah, tidak akan merugi.

Lagipula, lanjut JK, ganti rugi pembebasan lahan di atas NJOP ini masih sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Jadi ini sebenarnya ganti untung bukan ganti rugi," lanjut JK.

Dalam persidangan, JK juga sempat ditanyai seputar alasan dibalik lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2006 Tentang Penugasan Kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk Melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik yang Menggunakan Batubara.

JK menjelaskan Perpres tersebt dihuat karena pada periode HYPERLINK "tel:20052006"2005-2006 terjadi krisis listrik yang menyebabkan meluasnya area pemadaman listrik. Karena dianggap sebagai kondisi darurat itulah maka dilahirkan Perpres untuk mempercepat pebebasan lahan.

Dalam kesaksiannya, JK juga mengapresiasi kerja cepat Yance. JK menyatakan pembebasan lahan di Indramayu yang dilakuakan oleh Yance selesai enam bulan. Secara tidak langsung hal tersebut memberi keuntungan bagi negara.

Pasalnya, jika pembebasan lahan dan pembangunan PLTU terlambat, negara dapat mengalami kerugian hingga Rp 17 triliun. "Indramayu termasuk yang tercepat, tidak lebih dari empat bulan," ungkap JK.

Meski begitu, JK mengaku tidak mengetahui detail persoalan terkait pengadaan tanah untuk PLTU Sumuradem. Yang terpenting bagi JK ialah semua proses berjalan baik dan sesuai ketentuan. JK berharap kesaksian yang ia berikan dapat meringankan Yance. "Mudah-mudahan (bisa menolong)," jelas JK.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement