REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pakar komunikasi politik Muhammad Aras menilai keputusan Presiden Jokowi membentuk jabatan Staf Kepresidenan merupakan wujud bagi-bagi kekuasaan yang tidak diketahui pasti urgensinya.
"Posisi staf kepresidenan ini kepentingan politik. Ini benar-benar merupakan bagi-bagi kekuasaan, karena mungkin jabatan yang ada tidak cukup (dibagi). Padahal jabatan ini tidak penting," kata Aras di Jakarta, Senin.
Aras mempertanyakan manfaat dan fungsi Staf Kepresidenan dalam Kabinet Kerja Jokowi-JK, apakah akan memberikan kontribusi positif bagi rakyat. "Ini 'overlapping' (tumpang tindih), untuk apa sekarang ada Staf Kepresidenan, berapa anggaran negara yang habis," kata dia.
Menurut Aras, pemerintah seolah terus mempertontonkan pembagian kue kekuasaan. Hal ini tercermin dengan pembentukan Staf Kepresidenan yang dikepalai oleh Luhut Binsar Pandjaitan, serta alokasi segelintir pendukung Jokowi di struktur komisaris perusahaan BUMN.
"Presiden memang sepertinya belum berhenti bagi-bagi kekuasaan. Staf Kepresidenan ini dari segi fungsi dan kewenangannya kalau dilihat tidak memberikan kontribusi apa-apa untuk rakyat," ujar dia.
Menurut dia, melalui praktik bagi-bagi kekuasaan ini, Presiden Jokowi seolah melupakan janji kampanyenya. "Sewaktu kampanye mengemis, tapi setelah itu mana. Saya rasa ini bahan kajian kita," kata dia.