REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Wakil Presiden, Jusuf Kalla (JK), akhirnya memberikan kesaksiannya dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembebasan lahan PLTU Batubara di Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu yang menyeret mantan Bupati Indramayu, Irianto MS Syafiuddin alias Yance.
Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Bandung, JK menjelaskan kasus dugaan korupsi tersebut saat dirinya menjabat sebagai Wakil Presiden di era Presiden, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada tahun 2006 silam.
"Proyek yang di Indramayu tidak merugikan negara malah menguntungkan negaraa. Proyek ini mengganti pemadaman (listrik) dan mengurangi subsidi," ujarnya, Senin (13/4).
Menurutnya di banyak tempat segera akan dibangun (PLTU) secara bersamaan. Tiga proyek, ada di Jabar. Untuk proyek pembangunan di Indramayu, JK menginstruksikan secara langsung kepada Yance agar tepat waktu.
Bahkan instruksi tersebut diperkuat dengan keluarnya Pepres No 71 yang menginstruksikan proyek pembebasan lahan dan Amdal selesai pada 120 hari. Karena, kata dia, kalau dibangun terlambat akan timbul kerugian negara yang besar. Nanti, harus menyalakan disel, listri-listrik padam, dan industri juga padam.
"Kalau saja terlambat bisa menyebabkan kerugian negara Rp 17 triliun," katanya.
JK melanjutkan, proyek PLTU di Indramayu termasuk yang tercepat. Bahkan, dari batas waktu peresmian yang mencapai 2,5 tahun, proyek Indramyu bisa selesai enam bulan sebelum waktu yang ditentukan.
Yance, kata dia, sangat berkontribusi besar dalam pembangunan tersebut. Karena, kalau pembebasan lahan tak selesai akan menimbulkan masalah besar. Contohnya, di daerah Batang, tiga tahun tak selesai.
"Berulang kali berkunjung ke Indramayu, sangat mengapresiasi proyek," katanya.
Menurut JK, dalam hubungan kerja, Ia memrintahkan ke bupati untuk membantu pembebasan lahan. Prinsipnya, pembahasan lahan bukan ganti rugi tapi ganti untung. Jadi, jangan merugikan tapi menguntungkan rakyat.
"Boleh di atas NJOP satu atau dua kali di atasnya. Karena, jangan merugikan masyarakat kalau mereka ingin beli tanah lagi harganya lebih mahal," tandasnya.
Sementara menurut terdakwa Kasus Sumur Adem, Yance, yang dipermasalahkan dari kasusnya adalah soal HGU. Padahal, pembayarannya di Kantor PLN. Tapi, JPU menduga ada aliran dana, dari seseorang. Padahal, orang tersebut mengaku tak kenal dengan dirinya.
"Pembebasan tanah masyarakat itu, tak terjadi mark up dan gratifikasi. Saya ingin Pak JK tahu masalahnya," kata Yance saat memperoleh hak untuk memberikan pernyataan di hadapan majelis hakim.
Usai memberikan keterangannya selama sekira 30 menit, JK beserta rombongan termasuk para petinggi Partai Golkar laangsung meninggalkan Pengadilan Tipikor Bandung untuk melanjutkan acara di Gedung Sate, Kota Bandung.