Senin 13 Apr 2015 22:21 WIB

Ombudsman Sinyalir Ada Potensi Penyelewengan Pupuk Bersubsidi

Red: M Akbar
Ombudsman Republik Indonesia.
Foto: Republika/Wihdan H
Ombudsman Republik Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Nusa Tenggara Barat Adhar Hakim menilai proses penyusunan rencana definitif kerja kelompok berpotensi terjadi penyelewengan data luas areal tanam, jumlah petani dan jenis kebutuhan pupuk bersubsidi.

"Berdasarkan hasil wawancara kami, baik kepada para anggota kelompok tani dan penyuluh pertanian lapangan bahwa proses penyusunan rencana definitif kerja kelompok (RDKK) berpotensi terjadi 'mark up' atau penggelembungan," katanya di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (13/4).

Ia menjelaskan RDKK merupakan perhitungan rencana kebutuhan pupuk bersubsidi untuk satu tahun yang disusun berdasarkan musyawarah anggota kelompok tani menurut luas areal tanam, jumlah petani dan jenis kebutuhan pupuk bersubsidi yang diusahakan petani.

RDKK yang telah disusun diusulkan oleh bupati/wali kota kepada gubernur melalui kepala dinas terkait. Keakuratan data RDKK akan sangat menentukan jumlah kuota yang akan diterima atas kebutuhan pupuk bersubsidi di wilayahnya untuk tahun berikutnya.

 

Adhar mengatakan potensi "mark up" data bisa terjadi karena beberapa hal, seperti lemahnya manajemen pengelolaan data kelompok tani/petani di tingkat Dinas Pertanian Kabupaten.

Selain itu, belum adanya sistem dan mekanisme pengelolaan data secara baik di tingkat unit pelaksana teknis dinas (UPTD) yang ada di kecamatan yang terbarukan serta dikelola untuk dimanfaatkan oleh pihak-pihak lain.

"Misalnya potensi terjadinya penyelewengan ini diketahui terjadi di Desa Pringgasela, Kecamatan Sakra, Lombok Timur, di mana jenis pupuk bersubsidi urea tersalurkan kepada kelompok tani yang tidak membutuhkan karena jenis tanaman nenas yang ditanam tidak membutuhkan pupuk jenis tersebut," ujarnya.

Ia menjelaskan sesuai Permentan Nomor 130 tahun 2014 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian, pada pasal 6 ayat (2) dinyatakan bahwa kebutuhan pupuk bersubsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan rekapitulasi RDKK yang disusun oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota dan diketahui Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten/Kota setempat.

Kemudian pada pasal 8 dijelaskan bahwa Dinas Kabupaten/Kota wajib melaksanakan pembinaan kepada petani, petambak dan/atau kelompok tani dalam penyusunan RDKK sesuai luas areal usaha tani dan/atau kemampuan penyerapan pupuk bersubsidi di tingkat petani, petambak dan/atau kelompok tani di wilayahnya.

Untuk menghindari dan meminimalikan terjadinya potensi "mark up" data pada penyusunan, Adhar menyarankan pemerintah kabupaten/kota melalui Dinas Pertanian dan BP4K untuk secara kontinyu melakukan sosialisasi, pembinaan, dan pendampingan kepada para petani/kelompok tani dalam penyusunan RDKK.

"Upaya tersebut harus ditopang dengan pengelolaan data yang baik ditingkat pemerintah kabupaten/kota serta memfungsikan dengan baik keberadaan Balai Penyuluh Pertanian (BPP) atau UPTD di tingkat kecamatan sebagai pusat pelayanan dan informasi bagi petani/kelompok tani," kata Adhar.

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement