REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Dosen komunikasi Unika Soegijapranata, Algooth Putranto, menilai Pemerintah Kota Semarang tidak patuh terhadap peraturan daerah dan tidak memiliki kepekaan etika ketika membiarkan sejumlah reklame jasa panti pijat yang cenderung mengekspoitasi perempuan dari Jawa Barat.
Survei media luar ruangan komersial yang dilakukan mahasiswa Ilmu Komunikasi Unika Soegijapranata Semarang menemukan sejumlah iklan layanan spa milik Emporium Spa Semarang yang memajang gambar sejumlah perempuan muda dengan teks “Penambahan All New Therapist 20++ from Jawa Barat.”
“Temuan reklame ini secara jelas melanggar Perda Kota Semarang no 14 tahun 2012 tentang penyelenggaraan Reklame. Ada dua pasal yang jelas dilanggar yaitu pasal 9 dan pasal 10 yang mengatur perihal penyelenggaraan reklame. Tidak itu saja, secara etika tidak peka pada warga Jawa Barat,” ujarnya.
Reklame non permanen tersebut ditemukan di sejumlah jalan jalan utama kota Semarang seperti di seputar lima ruas Simpang Lima. Satu reklame bahkan dipajang di seberang kampus Akademi Kepolisian (Akpol) bersama reklame-reklame non permanen lain.
Kombinasi visual dan teks iklan temuan para mahasiswa mata kuliah Komunikasi Visual Unika Soegijapranata tersebut secara jelas mendapati penawaran jasa layanan spa yang dilakukan para perempuan usia muda yang berasal dari Jawa Barat sebagai terapis.
Algooth memaparkan dalam pasal sembilan Perda Kota Semarang no 14 tahun 2012 disebutkan reklame harus memenuhi persyaratan kepribadian dan budaya bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan. Sementara pasal sepuluh menegaskan materi gambar reklame tidak boleh melanggar norma kesopanan dan kesusilaan.
“Pelanggaran kedua pasal diancam hukuman denda Rp50 juta dalam hal ini penyelenggara reklame. Namun, pada sisi lain sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam hal perijinan, kinerja Pemkot cukup saya pertanyakan. Jangan-jangan mereka hanya terima setoran pajak lantas tutup mata memberikan ijin,” paparnya.
Meski demikian, dia menilai Pemkot Semarang tidak sepenuhnya dipersalahkan dengan kemunculan iklan luar ruangan yang kurang pantas tersebu. "Dalam skala lebih luas ini adalah dampak terpaan sampah visual yang berulang dan tidak ditertibkan. Akibatnya masyarakat abai dengan hal yang terjadi di sekeliling mereka."