Selasa 14 Apr 2015 06:14 WIB

Penulisan Sosok Sri Sultan IX Pelik dan Sensitif

Diskusi buku A Prince in a Republic.
Foto: Twitter
Diskusi buku A Prince in a Republic.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penelitian dan penulisan sejarah Sri Sultan Hamengkubuwono IX pelik dan sensitif, karena sosok yang ditulis bukan sekadar sosok historis, tetapi juga melegenda, kata dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta St Sunardi.

"Bahkan posisi Sultan Hamengkubuwono IX mendekati wingit dalam bayangan orang-orang Yogyakarta," katanya pada peluncuran dan diskusi buku A Prince in a Republic karya John Monfries di Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta, Senin (13/4).

Menurut dia, kepelikan sejarah Hamengkubuwono IX tidak bisa dihindarkan karena memang peran yang harus dimainkan memang sangat pelik dan sensitif. Sebagai raja beliau harus mempertahankan kedudukan khusus keraton, pada saat bersamaan mempunyai komitmen untuk kemerdekaan bersama dengan rakyat Indonesia lainnya.

Seorang sultan di dalam sebuah republik, kata dia, merupakan suatu hal yang terkesan kontradiktif dan paradoksal jika dilihat dari teori bentuk negara, karena keduanya menggabungkan antara monarki dan sebuah bentuk negara demokratis.

"Ternyata paradoks itu bisa benar-benar berjalan secara historis. Bahkan berjalan sangat indah melalui peran Hamengkubuwono IX," katanya.

Ia mengatakan buku karya Monfries tersebut bisa digunakan sebagai telaah untuk mengetahui asal-usul keistimewaan Yogyakarta. Buku itu bisa menjadi salah satu pijakan untuk memaknai bahkan merumuskan kembali keistimewaan Yogyakarta.

"Tidak ada landasan keistimewaan yang lebih solid yang dibutuhkan rakyat Yogyakarta maupun Indonesia selain cita-cita 'tahta untuk rakyat' yang selalu disandingkan dengan sosok Hamengkubuwono IX," kata Sunardi.

John Monfries mengatakan HB IX bukan hanya seorang politisi tetapi juga seorang negarawan. Tidak banyak politisi yang mundur dari panggung politik dengan elegan seperti Hamengkubuwono IX. "Oleh karena itu, saya menyebut beliau sebagai negarawan bukan politisi. Tidak banyak tokoh seperti beliau," katanya.

Menurut dia, Hamengkubuwono IX memiliki prinsip kuat ketika berkiprah di pemerintahan Republik Indonesia. Beliau memilih mundur ketika perkembangan republik ini tidak lagi sesuai dengan prinsip-prinsip politiknya.

"Kedudukan Hamengkubuwono IX sebagai seorang raja juga menunjukkan posisi yang unik. Sungguh luar biasa, sebagai raja Hamengkubuwono IX mampu menunjukkan sebagai sosok yang demokratis ketika terlibat sebagai petinggi di dalam pemerintahan republik pada masa itu," kata Monfries.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement