Selasa 14 Apr 2015 09:25 WIB

Penyapu Jalan Ibu Kota Tunggu Janji Ahok

Rep: c 11/ Red: Indah Wulandari
Petugas penyapu jalanan (ilustrasi)
Foto: dnewsbsi.wordpress.com
Petugas penyapu jalanan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Emi sudah delapan tahun bekerja untuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, statusnya masih sebagai Pegawai Harian Lepas (PHL). Ia sudah bekerja semenjak masih digaji Rp 25 ribu setiap harinya.

Meski begitu Emi tetap semangat untuk menyapu bersih sampah-sampah di area wisata Monas, walaupun statusnya masih belum menentu.  Sejak Februari 2015 lalu, ia belum juga menerima gaji. Emi mengungkapkan, semenjak tahun ini upahnya lebih sering dirapel.

Tak hanya itu, gaji yang diterima Emi juga di bawah standar Upah Minimum Regional (UMR) sebesar Rp 2,7 juta. Gaji yang diterimanya selama ini hanya Rp 2,4 juta.

Belum lagi upahnya seringkali dipangkas oleh mandor pekerja sapu. Dalam sebulan ia bisa libur selama empat hari, namun mandor di tempatnya mengatakan, libur pekerja hanya dua hari sebulan.

Selebihnya, jika para pekerja tidak masuk, upah dari gaji para pekerja sapu dipotong bisa mencapai Rp 80 ribu sampai Rp 100 ribu setiap harinya.

“Kalo kami mah gak punya tunjangan, jadi yang diandelin cuma gaji doang,” ujar Emi. Setiap pagi, sebelum mataari muncul ke permukaan, ia harus sudah tiba dari Citayam menuju Monas pukul lima pagi.

Ia harus bergegas menuju tempat kerja, karena jika terlambat semenit pun uang gajinya menjadi taruhannya.

Gaji yang belum diterima Emi, membuatnya harus menunda membayar kontrakannya rumahnya. Akan tetapi, yang terpenting bagi Emi dan keluarga, ia masih bisa makan untuk sehari-hari. Ia pun mengandalkan kebutuhan sehari-hari dari gaji suaminya yang bekerja sebagai supir bajaj.

Berbeda dengan Emi yang mengandalkan pekerjaan suaminya, pekerja sapu perempuan lainnya ialah Titin. Ia baru satu tahun bekerja di Monas, ia pun bingung mencukupi kehidupan sehari-hari. Suaminya, Udin Bimanta, telah bekerja selama delapan tahun sebagai tukang sapu jalan di area Monas.

Hingga memasuki bulan keempat, pasangan pekerja sapu tersebut belum juga menerima gaji. Hutang-hutangnya pun diakuinya semakin menumpuk.

“Saya stress, gaji belum turun, utang juga mah udah gak keitung lagi sudah berapa jumlahnya,” ujar Titin menyayangkan.

Setiap siang hari ia bersama petugas sapu lainnya memang selalu mendapatkan nasi bungkus gratis. Titin pun senang bisa mendapat makan siang secara percuma, namun di luar itu ia harus kembali memutar otak. Pinjaman-pinjaman terus ia lakukan untuk bisa mencukupi makan sehari-harinya bersama keluarganya.

Entahlah sampai kapan para pekerja sapu harian lepas ini harus menunggu gajinya dicairkan. Polemik yang terjadi antara lemabaga eksekutif dan legislatif berimbas pada pekerja-pekerja bawahan di lingkup Pemprov DKI Jakarta.

Pada April ini, Pemprov belum juga menerima Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2015.

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama memberikan terobosan baru dengan menerapkan jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja bagi 15 ribu para pekerja kontrak pada awal April lalu.

Pemprov akan membayarkan beberapa persen dari jaminan tersebut, dan para pekerja juga akan mendapat potongan dua persen dari jaminan sosial tersebut.

Dalam acara pemberian jaminan, Basuki mengatakan bahwa semua pekerja harian lepas sudah digaji sesuai UMR. Namun, kenyataannya banyak yang menerima gaji di bawah upah minimum DKI.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement