REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu (15/4) pagi bergerak menguat sebesar 21 poin menjadi Rp 12.963 dibandingkan sebelumnya di posisi Rp 12.984 per dolar AS.
"Kebijakan Bank Indonesia yang mempertahankan tingkat suku bunga acuan (BI rate) menjadi salah satu faktor mata uang rupiah bergerak menguat terhadap dolar AS," kata pengamat pasar uang Bank Himpunan Saudara, Rully Nova di Jakarta.
Menurut dia, keputusan BI itu dinilai masih sejalan dengan target inflasi domestik sebesar empat plus minus satu persen pada 2015 dan 2016, serta tercapainya defisit transaksi neraca berjalan atau "current account deficit" (CAD) di kisaran 2,5-3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam jangka menengah.
Selain itu, lanjut dia, mata uang rupiah juga mendapat sentimen positif dari neraca perdagangan Indonesia yang diperkirakan kembali mencatatkan surplus pada Maret 2015.
Sebelumnya, neraca perdagangan Januari-Februari mencetak surplus masing-masing 710 juta dolar AS dan 738 juta dolar AS. "Neraca perdagangan Indonesia diperkirakan kembali surplus seiring dengan harga minyak dunia yang masih dalam tren pelemahan," katanya.
Ekonom Samuel Sekuritas Rangga Cipta menambahkan bahwa beberapa data ekonomi AS yang diumumkan tidak begitu baik pada Selasa (14/4) malam menjadi salah satu faktor mata uang dolar AS bergerak melemah.
Departemen Perdagangan AS mencatat penjualan ritel AS untuk Maret naik 0,9 persen dari bulan sebelumnya, namun angka itu masih di bawah konsensus pasar sebesar 1,1 persen.
Selain itu, lanjut dia, lembaga Dana Moneter Internasional (IMF) juga memangkas proyeksi produk domestik bruto (PDB) AS untuk 2015 serta 2016.
IMF memproyeksikan pertumbuhan AS akan mencapai 3,1 persen pada 2015 dan 2016, lebih rendah dari ekspektasi Januari masing-masing 3,6 persen dan 3,3 persen.