REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR Ahmad Zainuddin mendesak pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri memanggil Duta Besar Arab Saudi untuk meminta klarifikasi mengenai eksekusi warga negara Indonesia (WNI) yang terkesan sepihak.
"Kami mendukung sikap Menlu yang sudah melayangkan protes keras. Bila perlu, Menlu panggil Dubes Arab untuk meminta klarifikasi karena sebelumnya tidak ada pemberitahuan tentang eksekusi itu," kata Ahmad Zainuddin melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (15/4).
Anggota Tim Pengawas Tenaga Kerja Indonesia (TKI) itu mengatakan kabar eksekusi mati terhadap Siti Zaenab binti Duhri Rupa oleh pemerintah Arab Saudi sangat mengejutkan dan menyesakkan hati. Pasalnya, tidak ada informasi apa pun kepada perwakilan Indonesia di Riyadh mengenai pelaksanaan eksekusi tersebut.
Karena itu, Zainuddin mengatakan Kementerian Luar Negeri harus segera mendata ulang kasus-kasus hukum yang menjerat WNI di Arab Saudi. Dia menyesalkan sikap pemerintah Arab Saudi yang tidak mengindahkan pemerintah Indonesia. "Jangan sampai kasus Zainab yang dieksekusi mati tanpa pemberitahuan terulang kembali," ujarnya.
Zainuddin juga mempertanyakan apakah ada kelalaian dari pemerintah Indonesia dalam melakukan pendekatan kepada keluarga di Arab Saudi karena menunggu ahli waris berusia 13 tahun sejak 1999 untuk mengajukan permohonan maaf dan tebusan diyat.
"Saya ingin meminta data kepada Kemenlu, berapa WNI yang terancam hukuman mati di sana, bagaimana proses hukumnya dan langkah pembelaan apa yang dilakukan. Saya khawatir kasus seperti Zainab banyak yang sudah terjadi tetapi tidak terekspos," tuturnya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan hukuman mati dalam kasus pidana yang berlaku di Arab Saudi harus dipahami dan dihormati. Namun, pembelaan terhadap WNI yang terjerat pidana harus tetap dilakukan.
Siti Zainab merupakan terpidana kasus pembunuhan terhadap istri pengguna jasa bernama Nourah binti Abdullah Duhem Al Maruba pada tahun 1999. Atas kejadian itu Zainab dipernjara di Madinah sejak 5 Oktober 1999.
Pada 8 Januari 2001, Pengadilan Madinah menjatuhkan hukuman mati qishash kepada Zainab sehingga pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban. Karena putra bungsu korban, Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, belum akil baligh, maka pelaksanaan hukuman mati ditunda.
Pada 2013, setelah akil baligh, Walid bin Abdullah menolak untuk memberikan pemaafan kepada Zainab, dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Zainab kemudian dieksekusi pada Selasa (14/4) pukul 10.00 waktu setempat, tanpa pemberitahuan kepada pemerintah Indonesia.