REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Migrant Care, Anis Hidayah menyesalkan terjadinya hukuman mati bagi Siti Zaenab, TKI di Arab Saudi. Dia juga menilai pemerintah kurang maksimal menggunakan diplomasi dengan Arab Saudi untuk menyelamatkan Zaenab.
Menurut dia, kasus ini sudah lama, sejak tahun 1999 dan sudah melewati tiga kali pergantian presiden. “Selama masa tiga kepemimpinan itu, lobi pemerintah belum maksimal,” kata dia, Rabu (14/4).
Dia menyatakan, saat jaman Megawati, keluarga Zaenab sudah mengirim surat berkali kali ke Presiden Megawati. Begitu juga saat kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). “Namun responnya tidak positif. Tak ada balasan sama sekali,” kata dia.
Siti Zainab merupakan terpidana kasus pembunuhan terhadap istri pengguna jasa bernama Nourah binti Abdullah Duhem Al Maruba pada tahun 1999. Atas kejadian itu, Zainab dipernjara di Madinah sejak 5 Oktober 1999.
Pada 8 Januari 2001, Pengadilan Madinah menjatuhkan hukuman mati qishash kepada Zainab sehingga pemaafan hanya bisa diberikan oleh ahli waris korban. Karena putra bungsu korban, Walid bin Abdullah bin Muhsin Al Ahmadi, belum akil baligh, maka pelaksanaan hukuman mati ditunda.
Pada 2013, setelah akil baligh, Walid bin Abdullah menolak untuk memberikan pemaafan kepada Zainab dan tetap menuntut pelaksanaan hukuman mati. Zainab kemudian dieksekusi pada Selasa (14/4) pukul 10.00 waktu setempat, tanpa pemberitahuan kepada pemerintah Indonesia.