REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia Din Syamsuddin bersama dengan sejumlah ormas akan menggugat tiga undang-undang (UU) sekaligus ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Regulasi itu, antara lain UU 24 Tahun 1999 Tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. Kedua, UU 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Asing. Serta UU 30/2009 tentang Ketenagalistrikan.
“Gugatan atau judicial review itu merupakan bagian dari gerakan Jihad Konstitusi,” tegas Din, Rabu (15/4).
Din menjelaskan, Jihad Konstitusi serupa sudah terbukti berhasil meyakinkan Mahkamah Konstitusi untuk mengoreksi atau bahkan membatalkan sama sekali keseluruhan pasal sejumlah undang-undang. Hingga kini, ujar dia, ada empat UU yang berhasil digugat di MK.
Pertama, UU 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas (Migas). Kedua, UU 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air (SDA), Ketiga, UU 17 Tahun 2013 Tentang Ormas dan keempat, UU 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
Akan tetapi, keempat UU itu ibarat pucuk dari sebuah gunung es yang menjulang tinggi. Sebab, masih ada ratusan UU lain yang semestinya digugat ke MK karena berpotensi besar melanggar UUD 1945.
“Ada sekitar 115 undang-undang yang kami tengarai bertentangan dengan konstitusi. Maka satu per satu, kita gugat. Mulai dari UU Migas, SDA,” sebut Din.
Upaya Jihad Konstitusi, karenanya, tidak boleh berhenti. Din mencontohkan, UU Migas yang berhasil digugat ke MK, justru tidak membuat jera pihak pembuat legislasi.
Terbukti, BP Migas—yang diwajibkan oleh amar putusan MK untuk dihapuskan—justru menjadi SKK Migas. Adapun norma fungsinya sama sekali tidak jauh berbeda di antara keduanya.
“Ada kebandelan yang tidak bisa dibiarkan. Di parlemen, DPR, dan pemerintah. Kalau tidak ada mujahid-mujahid konstitusi, kita akan semakin ditenggelamkan liberalisme,” tegas dia.
Lantaran itu, lanjut Din, pihaknya mengajak seluruh elemen bangsa untuk mendukung atau bahkan turut serta menjadi bagian dari Jihad Konstitusi.