REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Salah satu kelemahan diplomasi Indonesia kepada negara negara tetangga adalah tak terlihatnya upaya pemimpin bangsa dalam melindungi negaranya. Selama ini menurut Direktur Eksekutif Migran Care, Anis Hidayah lobi yang dilakukan oleh Indonesia hanya sebatas dari BNP2TKI dan Dubes.
Berbeda dengan Brazil dan Australia yang meluncurkan Presidennya langsung untuk mengambil sikap dan menekan Indonesia dalam memebebaskan warganya dari eksekusi hukuman mati. "Presiden harus melakukan high level diplomacy. Presiden harus turun tangan langsung untuk melakukan advokasi," ujar Anis di Kantor Migran Care, Kamis (16/4).
Kasus Siti Zaenab ini merupakan kasus lama yang melibatkan tiga rezim. Sayangnya ketiga rezim presiden gagal dalam mengadvokasi Zaenab. Terkahir, masa pemerintah SBY hanya membentuk Satgab dalam menyelesaikan kasus Zaenab.
Satgab ini dinilai Anis tak berpengaruh. Selain hanya diisi oleh orang pensiunan duta besar, Satgab tak mampu menembus lobi politik sampai ke pemerintahan Saudi. Beberapa organisasi internasional pun sudah mencoba memberikan bantuan diplomasi untuk Zaenab. Sayangnya, usaha ini selalu datang dari pihak lain bukan dari presiden sendiri.
Saat ini setidaknya masih ada 299 buruh migran yang terjerat kasus hukum dan terancam dieksekusi mati. Zaenab harus menjadi yang terkahir. Anis mendesak komitmen dan aksi pemerintah dalam hal ini presiden untuk segera membuat bantuan hukum yang jelas dan konkrit. Selain itu melakukan diplomasi langsung ke kepal negara lain untuk bisa menyelamatkan para WNI.
Siti Zaenab adalah salah satu dari puluhan Buruh Migran yang gagal diselamatkan negara. Mulanya Negara berjanji kasus Ruyati seorang buruh migran yang mati dieksekusi di Saudi adalah yang terakhir.
Siti Zaenab diekseksi mati pada Selasa (14/4) di Saudi. Pemerintah Indonesia disebut kecolongan sebab tak mengetahui eksekusi tersebut. Pemberitahuan pun datang usai Saudi mengeksekusi Zaenab dan tak langsung memberitahu pemerintah.