REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan diskriminasi yang terjadi pada pekerja rumah tangga tak hanya terjadi di luar negeri, tetapi juga ada didalam negeri. Hal ini disebabkan lemahnya payung hukum yang bisa melindungi para pekerja rumah tangga.
Ketua Organisasi Lingkaran Pendidikan Alternatif untuk Perempuan (KAPAL Perempuan), Ronald Silalahi mengatakan, saat ini setidaknya ada dua peraturan perlindungan terhadap buruh yang belum kunjung disahkan. Pertama, UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan revisi UU Buruh Migran.
"Keduanya sudah lama diproses di prolegnas (Program Legislasi Nasional). Sayangnya legeslatif juga tak kunjung mengesahkannya. Padahal dua peraturan itu merupakan payung hukum yang urgent," ujar Ronald saat menghadiri pernyataan sikap di Migran Care, Kamis (16/4).
Ronald mengaku prihatin atas apa yang terjadi dengan Siti Zaenab, WNI yang dieksekusi mati di Arab Saudi tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu pada pemerintah. Ia mengatakan jika ada payung hukum yang jelas, hukum pancung bisa saja tak terjadi.
Ronald mencatat diskriminasi tersebut juga ada di negeri sendiri dan hukum kerap tak berpihak pada buruh.
Selain payung hukum yang minim, Ronald menyebut pemerintah harusnya bisa memperbaiki sistem perekrutan TKI. Hingga kini pemerintah masih belum bisa mengidentifikasi dan mencatat jumlah penyalur TKI. Banyak penyalur abal-abal yang akhirnya menyengsarakan TKI.
Regulasi yang lemah membuat posisi TKI tak bisa lepas dari bayang bayang diskriminasi. Perlu ada cara khusus dan langkah tegas dari pemerintah agar persoalan ini tak terus berulang.