Kamis 16 Apr 2015 15:55 WIB

Pemerintah Didesak Sahkan UU PPRT dan UU Buruh Migran

Rep: c15/ Red: Hazliansyah
 Pekerja rumah tangga (PRT) yang tergabung dalam Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR\MPR, Jakarta, Senin (13/1).  (Republika/Agung Supriyanto)
Pekerja rumah tangga (PRT) yang tergabung dalam Komite Aksi Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Buruh Migran melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR\MPR, Jakarta, Senin (13/1). (Republika/Agung Supriyanto)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persoalan diskriminasi yang terjadi pada pekerja rumah tangga tak hanya terjadi di luar negeri, tetapi juga ada didalam negeri. Hal ini disebabkan lemahnya payung hukum yang bisa melindungi para pekerja rumah tangga.

Ketua Organisasi Lingkaran Pendidikan Alternatif untuk Perempuan (KAPAL Perempuan), Ronald Silalahi mengatakan, saat ini setidaknya ada dua peraturan perlindungan terhadap buruh yang belum kunjung disahkan. Pertama, UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan revisi UU Buruh Migran.

"Keduanya sudah lama diproses di prolegnas (Program Legislasi Nasional). Sayangnya legeslatif juga tak kunjung mengesahkannya. Padahal dua peraturan itu merupakan payung hukum yang urgent," ujar Ronald saat menghadiri pernyataan sikap di Migran Care, Kamis (16/4).

Ronald mengaku prihatin atas apa yang terjadi dengan Siti Zaenab, WNI yang dieksekusi mati di Arab Saudi tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu pada pemerintah. Ia mengatakan jika ada payung hukum yang jelas, hukum pancung bisa saja tak terjadi.